Sebut saja namanya Ani -bukan nama sebenarnya-. Saya mengenal Ani sekitar setahun yang lalu, ketika sedang menjemput adik saya di asrama. Kesan pertama bertemu Ani saya langsung terkesima. Ya, terkesima. Karena sembari saya menunggu adik saya bersiap-siap, Ani berinisiatif untuk ngobrol dengan saya. Bukan hanya obrolan basa basi, tapi dia betul-betul aktif memperdalam pertanyaan-pertanyaannya, dan juga memberi jawaban panjang lebar atas pertanyaan saya.
Lalu apa yang spesial dengan itu? Well, itu sangat spesial bagi saya, karena Ani adalah penyandang tuna rungu. Ya, asrama yang saya maksud di sini adalah asrama di sebuah Sekolah Luar Biasa di Sleman. Seorang penyandang tuna rungu bisa bercakap-cakap dua arah adalah suatu capaian yang luar biasa. Iya, bercakap-cakap dengan berbicara, bukan dengan bahasa isyarat.
Bagi orang-orang dengan pendengaran yang normal, bercakap-cakap mungkin sudah menjadi hal biasa. Bahkan tidak semua orang dengan pendengaran normal memiliki skill komunikasi dua arah yang baik. Tapi bagi seorang penyandang tuna rungu, untuk bisa bercakap-cakap sungguh membutuhkan usaha yang luar biasa. Mungkin itulah kenapa orang awam sering menyebut penderita tuna rungu dengan 'bisu'. Bisu di sini adalah tidak bisa berbicara yang disebabkan karena tidak bisa mendengar. Sebetulnya sebutan itu juga kurang tepat, karena penderita tuna rungu ini justru cukup sering 'bersuara' dan tidak jarang suara-suara ini sangat melengking. Ketika sejak lahir kita tidak pernah mendengar suara, kita tidak tau konsep 'suara', dan bagaimana mengontrol suara yang kita keluarkan.
Jadi bisa kita bayangkan seperti apa perjuangan seorang Ani hingga dia memiliki kemampuan seperti itu. Selama bertahun-tahun dia harus belajar membaca gerak bibir dan belajar mengeluarkan 'suara' dengan benar. Mungkin itu juga alasan mengapa jika kita perhatikan, penderita tuna rungu sangatlah ekspresif ketika berbicara. Tidak hanya artikulasi bibir yang sangat jelas, namun juga diekspresikan dengan gerakan tubuh. Dan poin paling pentingnya adalah mereka selalu fokus dengan lawan bicara.
Setelah pertemuan pertama dengan Ani tadi, beberapa minggu kemudian saya lagi-lagi terkesima. Ketika itu saya sedang mengantarkan adik saya kembali ke asrama. Ketika berjalan ke arah kendaraan, saya melihat seorang ibu sedang duduk sendirian, dan otomatis saya berikan sapaan sekilas. Ternyata saya jadi tertahan cukup lama, karena setelah saya sapa, beliau mengajak saya berkenalan dan mulai bercerita. Awalnya saya merasa annoyed, karena saya tidak jadi segera pulang. Namun kemudian saya sadar, mungkin ibu ini butuh tempat untuk sharing. Jadi akhirnya saya dengarkan cerita beliau dengan fokus. Ternyata beliau adalah ibu dari Ani. Beliau menceritakan bagaimana Ani sedari masih kecil.
Ketika sadar anaknya tidak bisa mendengar, beliau sempat sangat syok. Ada masa-masa dimana beliau 'menyembunyikan' Ani dari masyarakat, karena malu. Namun untungnya beliau tidak mau berlama-lama mengasihani diri sendiri. Beliau ingin Ani bisa tetap mengasah potensi-potensi yang dimilikinya. Itulah kenapa beliau menyekolahkan Ani di sebuah SLB swasta milik yayasan sebuah agama. Sekolah itu memang terkenal dengan kualitas pengajaran dan prestasi murid-muridnya yang patut diajari jempol. Hanya satu hal yang tidak Ani dapatkan di sana, yaitu pelajaran agama Islam.
Suatu hari ketika sedang di rumah, beliau menyuruh Ani untuk sholat. Saat itu Ani menolak, tidak mau sholat. Dan ibunya pun semakin marah dan kemarahannya dilontarkan ke Ani. Dengan nada marah juga Ani menjawab ke ibunya
'Ibu ga punya hak maksa aku sholat, karena ibu yang nyekolahkan aku di sekolah ******* dan ga pernah ada yang ngajari aku sholat di sana'
Deg! Saat itu si ibu langsung tertegun. Iya, selama ini beliau hanya peduli supaya anaknya bisa berprestasi.... Tapi demi prestasi itu, beliau tidak mempedulikan segi agama. Saat itu beliau terbayang, di akhirat nanti bagaimana beliau harus mempertanggungjawabkan amanah anak ini di hadapan Allah.... Saat itu juga beliau langsung sadar kalau ilmu agama jauh lebih penting dari prestasi apapun. Maka akhirnya Ani dipindahkan ke sekolah umum yang memberikan pelajaran agama Islam di sekolah. Ani jadi mulai sholat dan menutup aurat sejak dipindah ke sekolah berarasrama yang baru.
Saat itu, sang ibu berpesan kepada Ani 'Kamu kan tau bagaimana sulitnya jadi orang tuna rungu. Bahkan ibu pun ga bisa selalu paham maksud & perasaanmu. Makanya ibu pingin kamu membantu anak-anak tuna rungu lainnya, karena pasti kamu bisa lebih memahami mereka dibandingkan orang-orang yang bukan tuna rungu. Ibu pingin kamu bisa bermanfaat bagi orang lain. Buktikan kalau dengan keterbatasan ini justru membuat kamu istimewa, karena kamu bisa memahami hal yang ga dipahami orang lain, dan bisa membantu orang-orang yang punya permasalahan seperti permasalahanmu dulu'
Dari situlah kemudian Ani menjadi sosok yang luar biasa, yang membuat saya terkesima. Ia menjadi sosok 'kakak' di asrama. Benar apa yang dikatakan ibunya, bahkan sampai saat ini saya belum benar-benar bisa memahami adik saya. Sering kali saya tidak tau apa yang dimaksud adik saya. Dan Ani justru lebih bisa memahami adik saya dan memberi bantuan konkret. Dia lah yang sangat membantu adik saya ketika masih masa beradaptasi. Dengan telaten dia menghibur ketika adik saya menangis karena rindu keluarga.... Ia juga yang dengan sabar menemani adik saya setiap waktu makan, agar adik saya tidak kesepian. Ia yang membimbing bagaimana supaya bisa hidup mandiri ketika terpisah dengan orang tua. Dan semua itu tidak hanya dilakukan untuk adik saya, namun juga untuk penghuni asrama lainnya, terutama yang memiliki permasalahan adaptasi dan komunikasi. Ani ingin dirinya bisa bermanfaat bagi orang lain, dan bisa menjadi amal jariyah bagi orang tuanya.
Kalau Ani yang berkebutuhan khusus saja bisa dengan konkret menebar manfaat untuk orang lain, lantas bagaimana dengan kita?
Dan satu hal pelajaran yang saya ambil ; di balik sosok Ani yang hebat, ada sosok seorang ibu yang sangat luar biasa dalam mendukung anaknya hingga sang anak bisa mengapakkan sayap dengan lebar.
Dan satu hal pelajaran yang saya ambil ; di balik sosok Ani yang hebat, ada sosok seorang ibu yang sangat luar biasa dalam mendukung anaknya hingga sang anak bisa mengapakkan sayap dengan lebar.