Kata
pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat pasti pernah jatuh juga. Saya belum
pernah melihat tupai melompat di alam liar, cuma pernah melihat tupai di dalam
kandang dan tupai di film kartun (itu loohhh... film Chipmunks *ga penting).
Intinya adalah, karena saya belum bisa membuktikan kalau pepatah itu salah maka
untuk saat ini saya anggap itu benar.
Nah, saya rasa pepatah tentang tupai tadi cocok diterapkan ke pengendara sepeda motor. ‘Sepandai-pandai orang mengendarai motor, pasti pernah jatuh juga’. Kenapa saya menerapkannya hanya ke pengendara motor? Karena keyword-nya adalah ‘jatuh’ :D Kalau kendaraan darat yang rodanya lebih dua judulnya kan bukan jatuh, tapi tabrakan (kecuali kalau jatuh ke jurang ikut dihitung). Selain itu saya cukup sering menemui pengendara mobil yang sama sekali belum pernah tabrakan (alhamdulillah saya juga ga pernah ^^). Trus kalau kendaraan untuk perairan, judulnya juga bukan jatuh, tapi kelelep atau tenggelam. Sedangkan kendaraan udara, judulnya memang ‘jatuh’. Tapi sepertinya ‘supir’ kendaraan udara yang pernah menjatuhkan kendaraan dari udara persentasenya sangat kecil. Ya horor juga kalau misal semua pilot pasti pernah menjatuhkan pesawat @_@.
Haiissshhh..... panjang bener sih prolognya(self talk). Jadi intinya itulah kenapa saya menganalogikan pengendara motor sebagaimana tupai versi pepatah.
Dan daripada saya nggosipin orang lain, seperti biasa tulisan saya ini akan based on my true story ^^
Pertama kali saya belajar mengendarai motor adalah ketika kelas 1 SMP. Waktu itu saya belajar bukan dengan sukarela tapi DIPAKSA oleh bapak saya. Alasan bapak saya memaksa adalah supaya saya tidak terus-terusan manja minta diantar kesana kemari. Maka jadilah saya mengawali pelajaran mengendarai motor dengan mengendarai si Vega yang merupakan motor ibu saya saat itu. Dan ayo tebak dimana saya belajar mengendarai motor? ;)
Jalan depan rumah? Bukan!
Lapangan kampung? Bukan!
Jalan raya? Bukan!
Dan jawabannya adalah...... Tadaaaaaaa....... di lapangan tembak Sekolah Kepolisian Negara ^_____^
Hehehehehe.. Setelah beberapa sesi pelajaran mengendarai motor dari sang tutor (bapak saya), akhirnya saya kembali mengalami paksaan. Kali ini adalah paksaan untuk pergi dengan mengendarai motor sendiri tanpa didampingi siapapun. Awalnya saya menolak, tapi paksaan tadi betul-betul tidak bisa ditawar dan saya pun berpikir pasti akan ada hikmah dari semua paksaan itu (fyi, pas masih kecil saya ga doyan sayur trus dipaksa makan sayur sama bapak saya dan akhirnya sampai sekarang suka sayur). Akhirnya saya bersedia sesekali pergi les dengan mengendarai motor sendiri ;)
Oke... sekarang kita mulai masuk ke bahasan yang agak nyambung dengan judul, yaitu sepandai-pandai orang mengendarai motor pasti pernah jatuh juga. Berikut ini adalah pengalaman kecelakaan motor saya yang berhasil saya ingat. Maksud kecelakaan motor di sini adalah ketika motor mengalami kecelakaan dan saya terlibat di dalamnya entah sebagai pengendara ataupun penumpang.
Nah, saya rasa pepatah tentang tupai tadi cocok diterapkan ke pengendara sepeda motor. ‘Sepandai-pandai orang mengendarai motor, pasti pernah jatuh juga’. Kenapa saya menerapkannya hanya ke pengendara motor? Karena keyword-nya adalah ‘jatuh’ :D Kalau kendaraan darat yang rodanya lebih dua judulnya kan bukan jatuh, tapi tabrakan (kecuali kalau jatuh ke jurang ikut dihitung). Selain itu saya cukup sering menemui pengendara mobil yang sama sekali belum pernah tabrakan (alhamdulillah saya juga ga pernah ^^). Trus kalau kendaraan untuk perairan, judulnya juga bukan jatuh, tapi kelelep atau tenggelam. Sedangkan kendaraan udara, judulnya memang ‘jatuh’. Tapi sepertinya ‘supir’ kendaraan udara yang pernah menjatuhkan kendaraan dari udara persentasenya sangat kecil. Ya horor juga kalau misal semua pilot pasti pernah menjatuhkan pesawat @_@.
Haiissshhh..... panjang bener sih prolognya(self talk). Jadi intinya itulah kenapa saya menganalogikan pengendara motor sebagaimana tupai versi pepatah.
Dan daripada saya nggosipin orang lain, seperti biasa tulisan saya ini akan based on my true story ^^
Pertama kali saya belajar mengendarai motor adalah ketika kelas 1 SMP. Waktu itu saya belajar bukan dengan sukarela tapi DIPAKSA oleh bapak saya. Alasan bapak saya memaksa adalah supaya saya tidak terus-terusan manja minta diantar kesana kemari. Maka jadilah saya mengawali pelajaran mengendarai motor dengan mengendarai si Vega yang merupakan motor ibu saya saat itu. Dan ayo tebak dimana saya belajar mengendarai motor? ;)
Jalan depan rumah? Bukan!
Lapangan kampung? Bukan!
Jalan raya? Bukan!
Dan jawabannya adalah...... Tadaaaaaaa....... di lapangan tembak Sekolah Kepolisian Negara ^_____^
Hehehehehe.. Setelah beberapa sesi pelajaran mengendarai motor dari sang tutor (bapak saya), akhirnya saya kembali mengalami paksaan. Kali ini adalah paksaan untuk pergi dengan mengendarai motor sendiri tanpa didampingi siapapun. Awalnya saya menolak, tapi paksaan tadi betul-betul tidak bisa ditawar dan saya pun berpikir pasti akan ada hikmah dari semua paksaan itu (fyi, pas masih kecil saya ga doyan sayur trus dipaksa makan sayur sama bapak saya dan akhirnya sampai sekarang suka sayur). Akhirnya saya bersedia sesekali pergi les dengan mengendarai motor sendiri ;)
Oke... sekarang kita mulai masuk ke bahasan yang agak nyambung dengan judul, yaitu sepandai-pandai orang mengendarai motor pasti pernah jatuh juga. Berikut ini adalah pengalaman kecelakaan motor saya yang berhasil saya ingat. Maksud kecelakaan motor di sini adalah ketika motor mengalami kecelakaan dan saya terlibat di dalamnya entah sebagai pengendara ataupun penumpang.
- Kecelakaan motor yang pertama saya alami terjadi sebelum saya masuk TK. Saat itu saya dan kakak saya sedang dibonceng bapak dengan mengendarai motor Honda GL. Saya duduk di depan(di tangki) dan kakak saya duduk di belakang. Entah bagaimana detail kejadiannya, tiba-tiba kami bertabrakan dengan pengendara motor lain.Jalan penuh ceceran darah dan anak yang dibonceng si pengendara lain itu harus dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya kritis. Lalu bagaimana kabar bapak, saya, dan kakak? Bapak saya langsung ikut mengantar ke rumah sakit sedangkan saya dan kakak dititipkan ke pemilik toko yang berada di pinggir lokasi kejadian (pemilik toko ini adalah kenalan bapak saya). Kakak saya hanya mengalami beberapa luka gores dan alhamdulillah saya tidak terluka.
- Kali ke dua saya mengalami kecelakaan adalah ketika saya kelas 3 SMP. Cerita tentang kejadian ini diawali dengan saya yang pergi les biologi dengan mengenakan kaos kelas saya yang masih gress dan kinclong. Ketika les, teman-teman saya pada mengagumi kaos saya yang masih kinclong, karena kebanyakan kaos kelas mereka sudah bulukan. Dan waktu itu saya jadi besar kepala cuma gara-gara punya kaos kelas yang masih terlihat brandnew dan paling kinclong dibandingkan dengan milik yang lain. Dan apa yang terjadi? Sepulang les, saya yang belum terlalu mahir mengendarai motor itu tiba-tiba diserempet pengendara motor lain yang melaju dengan kecepatan tinggi dan saya jatuh terseret di jalanan aspal rusak yang becek karena baru tersiram hujan. Bagaimana kondisi saya? Kaos kelas saya rusak karena terkena noda lumpur yang walaupun dicuci berkali-kali tetap tidak bisa kembali seperti sedia kala dan menjadi kaos kelas yang terlihat paling usang dibandingkan dengan milik yang lain. Selain itu saya banyak mendapatkan lecet, wajah penuh lebam dan darah karena ada kulit yang sedikit robek. Itu kasus tabrak lari, dan akhirnya ada seorang bapak yang menawarkan mengantar saya pulang.
- Kecelakaan ke tiga saya terjadi ketika saya kelas 1 SMA. Waktu itu teman sekolah sekaligus teman les matematika saya yang bernama Tari baru saja dibelikan motor. Supra X yang sangat cling. Maka jadilah kami berdua mencoba jalan-jalan dengan mengendarai motor ini. Kami berboncengan dengan saya yang menjadi pengendara. Di suatu tikungan, saya ingin menyalip bemo(angkot) dari kiri dan akhirnya terserempet badan bemo dan kami jatuh ke trotoar. Itu kali pertama motor itu memperoleh goresan dan pelakunya adalah saya.
- Pengalaman ke empat terjadi ketika kelas 2 SMA. Kali ini cerita ‘jatuh’nya agak berbeda dari kisah-kisah sebelumnya. Karena yang jatuh di sini hanya motor saya dan saya tidak ikut jatuh. Lho, kok bisa???? Hehehehe.... begini ceritanya... Alkisah ketika itu saya baru saja dibelikan motor. Sebenarnya saya minta dibelikan Jupiter Z. Tapi ketika pulang sekolah tiba-tiba di garasi rumah sudah ada motor baru, namun bukan Jupiter Z melainkan Karisma berwarna silver. Waktu itu saya kecewa dan menyampaikan ketidaksukaan saya. Macam-macam lah alasannya.. mulai dari bodynya yang tinggi, berat, susah dikendalikan, bla bla bla.... pokoknya waktu itu saya benar-benar tidak bersyukur. Untung orang tua saya penyabar, jadi tidak keluar kata-kata seperti “dasar anak ga tau diuntung!!” ^^’ Saya manyun selama berhari-hari hingga pada suatu hari saya mendatangi sekolah tempat ibu mengajar(SLB B Singaraja) dan memarkir si Karisma di pinggir selokan/got deppan sekolah. Turun dari motor baru saya menyadari kalau struktur tanah tempat saya memarkirkan motor itu miring dan membuat motor menjadi tidak seimbang. Saya refleks menangkap motor saya yang hampir jatuh dan saya pegang di bagian sisi stang. Namun apa mau dikata, posisi saya dan motor saat itu benar-benar tidak mendukung. Kalau saya ngotot terus memegang motor saya, bisa-bisa saya ikut jatuh ke selokan. Akhirnya dengan sedih saya lepaskan pegangan saya ke stang si Karisma dan akhirnya si Karisma nyemplung ke selokan (_ _’)
- Sejak kasus motor saya nyemplung selokan itu, saya jadi lebih bersyukur dan berhenti manyun dan berhenti membenci si motor. Untuk memperkuat rasa cinta saya ke si Karisma, saya mengajukan proposal penggantian velg menjadi velg racing ke bapak saya dan alhamdulillah di-acc. Jadilah si Karisma DK 2288 VP(sekarang jadi DK 2202 UL) makin cantik dengan velg racing barunya yang berwarna putih. Beberapa hari setelah berganti racing saya mengendarai si Karisma ke acara pengajian PII. Teman-teman pengajian langsung pada mengomentari dan memuji velg baru saya dan saya pun jadi bangga dan makin memamerkannya. Dan sepertinya lagi-lagi Allah menegur saya secara langsung. Sepulang dari pengajian itu saya mengalami kecelakaan. Saat itu saya tidak mengenakan helm. Karena pergi pengajian, maka saya mengenakan jilbab, dan karena mengenakan jilbab, maka saya tidak memakai helm karena di daerah saya orang yang mengenakan jilbab tidak dikenai kewajiban mengenakan helm(sampai sekarang pun akan sangat jarang dijumpai muslimah berjilbab yang memakai helm ketika mengendarai motor). Dengan kondisi tidak berhelm itu saya mengendarai motor dengan kecepatan agak tinggi (sekitar 70km/jam) dan tiba-tiba di depan saya ada motor yang dengan mendadak belok tanpa menyalakan lampu reting(kalaupun menyalakan, baru dinyalakan bersamaan ketika belok). Tak terhindarkan lagi, walaupun sudah berusaha mengerem saya tetap menabrak motor itu. Sepertinya saya mengalami benturan keras di kepala terbukti dengan saya yang sempat tidak sadarkan diri. Selain tida sadarkan diri dan luka di sekujur badan, ayo tebak apa lagi yang terjadi? Sepertinya pembaca sudah bisa menebak ;) Yap, velg racing yang masih baru dan saya banggakan dan saya pamerkan kemana-mana itu patah. Padahal usianya belum genap seminggu (T________T). Betul-betul teguran dari Allah. Saat itu saya sempat trauma dan tidak mau mengendarai motor selama berminggu-minggu.
- Kecelakaan saya yang ke enam dan semoga saja juga yang terakhir baru saya alami belum lama ini. Tepatnya tanggal 7 Maret 2013. Kali ini saya dibonceng oleh sahabat saya. Terjadi ketika kami pulang dari suatu acara. Sesaat sebelum kejadian, kawan saya ini minta tolong saya untuk mengsms seseorang. Maka saya melepas sarung tangan dan mengambil ponsel. Ketika saya mengangkat kepala lagi untuk mengatakan sesuatu, pemandangan yang saya lihat saat itu motor yang kami naiki terhimpit bis di sebelah kanan dan di depan ada mobil yang sepersekian detik lagi akan kami tabrak kecuali kalau tiba-tiba motor yang kami naiki bisa mengeluarkan sayap. Ternyata motor itu memang tidak memiliki sayap, karena kami tetap menabrak mobil tadi dan tiba-tiba saya dalam posisi tereletak di aspal. Tidak lama kemudian kami diangkut ke UGD terdekat. Oh, kenapa saya menggunakan diksi ‘diangkut’, bukan ‘dibawa’??? Karena kami betul-betul ‘diangkut’ dengan mobil pick-up polisi yang sirinenya berbunyi dengan lantang. Kalau misal kami diangkut dengan ambulans, saya tidak akan memakai diksi ‘diangkut’, tapi ‘dibawa’. Setalah selesai mendapatkan pertolongan pertama di UGD barulah saya mendapat cerita lengkap kronologis kejadian kecelakaan kami dari saksi mata yang mengendarai motor di belakang kami dan tidak lain dan tidak bukan memang teman kami sendiri. Berdasarkan cerita yang saya dapatkan, setelah berhenti di lampu merah, motor kami berusaha menyalip sebuah bus(sebut saja SDR) dan kami menyalip dari kiri. Namanya juga mau nyalip, tentu saja motor tancap gas. Belum selesai menyalip, tiba-tiba si bis kekiri dan alhasil menyenggol kami. Dan di depan kami ada mobil yang di parkir agak di badan jalan dan tidak jauh dari traffict light. Yah, sudah tidak terhindarkan lagi. Setelah tersenggol bis, kami menabrak sisi kanan mobil dan lalu terpental lagi ke badan bis. Fyi, motor yang kami naiki terlindas bis lho... O.o
Itu tadi kisah-kisah saya seputar kecelakaan motor. Sebetulnya masih ada beberapa pengalaman ‘jatuh’ lain tapi tidak saya tuliskan karena kisahnya tidak terlalu signifikan/berkesan.
Betul kan, sepandai-pandai orang mengendarai motor pasti pernah jatuh juga. Jadi jangan pernah takut jatuh, karena setelah terjatuh kita bisa lbangkit kembali ^^ Ngomong-ngomong soal bangkit, dari pertama kali saya jatuh, keluarga saya tidak mengizinkan saya untuk berlama-lama trauma mengendarai motor. Jadi setelah luka-luka saya sembuh biasanya saya langsung dipaksa untuk berani mengendarai motor lagi. Itu yang membuat saya salut dengan mereka, terutama kedua orang tua saya. Walaupun mereka menangis dan khawatir tiap kali melihat saya yang babak belur karena kecelakaan, mereka bukan melarang saya mengendarai motor, tapi justru ‘memaksa’ saya untuk segera bangkit lagi, tentu saja dengan wanti-wanti agar lebih berhati-hati.
Selayaknya kisah yang baik, seharusnya bisa diambil hikmah atau ibroh dari kisah itu. Mungkin sebagian pembaca sudah bisa menemukannya sendiri, tapi tidak ada salahnya juga saya sampaikan beberapa ibroh yang bisa saya dapat.
- Jangan terlalu bangga akan sesuatu, karena semuanya adalah milik Allah dan Allah bisa mengambilnya kapanpun entah dengan cara yang halus atau cara yang keras.
- Tidak boleh terlalu membenci seuatu, karena bisa jadi kau menyesal ketika terjadi apa-apa pada sesuatu yang kita benci tadi.
- Utamakan menyalip dari kanan, karena menyalip dari kiri sangatlah tidak direkomendasikan.
- Selalu gunakan helm yang berkualitas dan kencangkan gesper pada tali hingga berbunyi ‘klik’. Ingat, helm dipakai bukan sebagai hiasan atau ‘tameng’ jika ada polisi, tapi dipakai untuk melindungi diri kita sendiri. Tangan atau kaki putus bisa disambung kaki atau tangan buatan. Tapi kalau kepala putus tidak bisa diganti dengan kepala buatan.
- Gunakan pakaian yang tertutup lengkap(sepatu, sarung tangan, masker, dll), terutama jika berkendara jarak jauh. Bila (na’udzubillah) Anda jatuh, benda-benda tadi bisa membantu melindungi Anda.
- Jangan suka belok mendadak dan ngereting mendadak kalau tidak ingin ditabrak kendaraan yang ngebut dari belakang.
- Jangan memarkir mobil di badan jalan, apalagi di dekat area traffic light, jika Anda tidak ingin mobil Anda tiba-tiba disruduk.
- Jangan lupa untuk selalu berdo’a sebelum memulai perjalanan, karena apapun bisa terjadi dan kita harus bertawakal pada Allah.
- dan lain lain (monggo dipikir sendiri)
2 comments:
nice post!
kalo bapakku bilang, bsk pake motor yang cc nya lebih gedhe aja hahaha.... ^^v
Horor jika setiap pilot pernah menjatuhkan pesawat...hihihi...
Post a Comment