Prolog
"Akhir bulan...
waktunya para Polisi itu melakukan "KORUPSI" dengan caranya...
-_-' Ketilang..." (by Fulan)
Prolog di atas ini saya kutip dari status seseorang. Tidak secara khusus bermaksud menyindir orang yang bersangkutan. Hanya saja tidak jarang saya menjumpai komentar seperti itu. Jujur, komentar-komentar itu selalu membuat saya miris.
Beberapa tahun lalu, di english class yang pernah saya ikuti, sang dosen meminta mahasiswa untuk menceritakan pengalaman yang paling berkesan. Salah seorang teman saya menceritakan tentang pengalamannya hampir ditilang polisi, dan bagaimana ia berhasil 'menyuap' polisi tadi hingga tidak jadi ditilang secara resmi. Di akhir narasinya, sang mahasiswa tadi memberikan closing statement 'fu*k in Police'. Sontak sang dosen menegur mahasiswa tersebut di saat itu dan di tempat itu juga. Beliau menegur keras mahasiswa tadi, karena mahasiswa tersebut bukannya mengakui kesalahannya, malah mencari kambing hitam. Pertanyaan pertama, mengapa ia sampai melanggar aturan?? Pertanyaan kedua, mengapa ia mencoba 'menyuap' polisi tersebut? 'this is not about the police man, but about you!!!!'. Dosen tersebut menekankan bahwa tindakan mahasiswa tadi adalah tindakan yang sangat rendah. Wow.. saat itu saya benar-benar terkejut. Karena yang saya ketahui, lifestyle sang ibu dosen tadi tidak bisa dibilang konvensional, dan tidak untuk ditiru. Tapi ternyata ada beberapa prinsip hidup beliau yang sangat kuat, termasuk tentang yang benar dan yang salah.
Kisah kedua, yaitu pengalaman saya sendiri. Ketika masih SMA dulu, saya pernah ditilang di suatu razia, karena tidak membawa STNK. Mungkin karena masih bocah dan labil, setelah itu saya mengadu ke bapak saya. Saat itu saya berpikir, 'bapak saya kan polisi'. Semula saya mengira bapak saya akan menyelesaikan urusan tilang menilang itu. Tapi ternyata apa tanggapan bapak saya?? Dengan tenang beliau menyuruh saya untuk bertanggung jawab terhadap kesalahan yang sudah saya buat, karena saya memang salah. Saat itu saya langsung malu karena sempat berpikir untuk melakukan 'jalan pintas'. Akhirnya saya menyelesaikan urusan tilang menilang itu sendiri, dengan penuh kesadaran.
Ibroh yang bisa saya ambil dari dua cerita tadi adalah, sebelum menyalahkan orang lain, evaluasi dulu diri sendiri. Oke, mungkin orang lain memang salah. tapi sebelum menegur orang lain, tegurlah diri kita terlebih dulu. Ini seperti kasus orang yang menolak ditangkap karena sudah mencuri, dengan alasan ada temannya yang mencuri lebih banyak tapi tidak ditangkap. Masalah 'salah' dan 'benar' itu adalah masalah yang prinsipil yang seharusnya bersifat universal. Apalagi sebagai muslim, katakanlah yanghaq itu haq, dan yang batil itu batil.
Bila kita merasa keadaan Indonesia saat ini masih bobrok, ayo kita perbaiki bersama-sama. Jangan sampai kita menuding-nuding pihak lain bobrok atau korup, tapi ternyata kita juga turut berpartisipasi aktif dalam hal tersebut. Bila kembali ke konteks tilang menilang tadi, prinsipnya adalah:
- Jangan melanggar kalau tidak ingin ditilang
- Jangan mau ditilang kalau memang tidak melanggar. Karena kita punya hak untuk bicara.
- Bila toh akhirnya memang ditilang karena melanggar, jalani sesuai prosedur. Ikuti sidang di pengadilan. Jangan memilih 'jalan tol', karena itu berarti turut berpartisipas dalam membangun kebobrokan.
Epilog
"mang ya lembaga terkorup No.2 (Kepolisian) ada2 aja gaweannya.
seharunya slogan polisi bukan "Melindungi dan melayani" tapi "Menilang dan korupsi
susah pak. polisi mah udah kebal coz udh kebnykan makan uang haram."
Epilog tadi merupakan salah satu komentar yang ada di status tersebut. Ini mengingatkan saya pada perkataan seorang ustadz, tentang bagaimana seharusnya kita mendo'akan kebaikan untuk orang yang kita rasa berada di wilayah rawan, bukan malah makin memperparah dengan ejekan. Oke, mungkin kepolisian memang lembaga terkorup ke 2 di Indonesia. Tapi apa lantas itu bisa menjadi pembenaran bagi kita untuk menggeneralisir sampai ke akar rumput. Banyak lho polisi-polisi di pelosok Indonesia yang benar-benar masih memegang teguh idealismenya... Orang-orang inilah yang seharusnya kita do'akan agar dikuatkan sehingga bisa bertahan dan memperbaiki dari dalam. Saya memang berasal dari keluarga polisi, dan mereka juga menyadari kalau ada banyak yang harus diperbaiki dalam tubuh POLRI. Tapi kalau semua orang 'baik' menghindar jauh-jauh, siapa yang akan memperbaiki??? dan sekali lagi, amar ma'ruf nahi munkar itu harus dimulai dari diri sendiri, dan membentuknya sebagai karakter kita.
Tulisan ini saya dedikasikan untuk:
- Bapak saya, yang menjalani 40 tahun sebagai Polisi dan terus berusaha memperjuangkan idealismenya walau tidak jarang mendapat hambatan yang sangat keras, dan senantiasa menebar syi'ar islam dimanapun beliau berada.
- Kakak pertama saya, yang juga berusaha mempertahankan idealismenya sebagai polisi, walaupun itu berakibat teror fisik dan mental, yang sekarang tetap gencat mentarbiyah/membina pemuda-pemuda di kampung saya :)
- Kakak kedua saya, yang tetap bertahan sebagai polisi di Sulawesi, dan berusaha memperbaiki sekelilingnya. yang sudah ditawari untuk bisa pindah ke Bali tapi menolaknya karena tidak mau menggunakan koneksi yang bisa dibilang termasuk nepotisme.
- Kakak ke 3 saya, yang menjadi polisi sekaligus da'i di NTT, yang tidak ragu menceramahi siapa saja yang bisa diceramahi ;p
- Ibu dan semua kakak ipar saya, yang walaupun awalnya akhwat-akhwat sholihah ini pada anti-polisi, tapi akhirnya berlapang dada setelah menjadi istri polisi dan memberikan dukungan penuh. Karena saya percaya bahwa ada perempuan yang luar biasa dibalik laki-laki yang hebat :)
- Orang yang menulis status yang saya kutip ini, karena Anda menginspirasi saya untuk membuat tulisan ini :)
Tetaplah menebarkan syi'ar islam dimanapun kalian berada, dan semoga Allah memberi keistiqomahan... saya yakin, kita bisa memberi perubahan ke arah yang lebih baik, dengan peran kita masing-masing ^^
Sleman, 1 April 2011
2 comments:
Menarik..
Izin share ya mbak =)
monggo :)
Post a Comment