RSS

Benar vs Salah




                                     sumber gambar: seestern2.multiply.com





Prolog

"Akhir bulan...
waktunya para Polisi itu melakukan "KORUPSI" dengan caranya...
-_-' Ketilang..." (by Fulan)

Prolog di atas ini saya kutip dari status seseorang. Tidak secara khusus bermaksud menyindir orang yang bersangkutan. Hanya saja tidak jarang saya menjumpai komentar seperti itu. Jujur, komentar-komentar itu selalu membuat saya miris.

Beberapa tahun lalu, di english class yang pernah saya ikuti, sang dosen meminta mahasiswa untuk menceritakan pengalaman yang paling berkesan. Salah seorang teman saya menceritakan tentang pengalamannya hampir ditilang polisi, dan bagaimana ia berhasil 'menyuap' polisi tadi hingga tidak jadi ditilang secara resmi. Di akhir narasinya, sang mahasiswa tadi memberikan closing statement 'fu*k in Police'. Sontak sang dosen menegur mahasiswa tersebut di saat itu dan di tempat itu juga. Beliau menegur keras mahasiswa tadi, karena mahasiswa tersebut bukannya mengakui kesalahannya, malah mencari kambing hitam. Pertanyaan pertama, mengapa ia sampai melanggar aturan?? Pertanyaan kedua, mengapa ia mencoba 'menyuap' polisi tersebut? 'this is not about the police man, but about you!!!!'. Dosen tersebut menekankan bahwa tindakan mahasiswa tadi adalah tindakan yang sangat rendah. Wow.. saat itu saya benar-benar terkejut. Karena yang saya ketahui, lifestyle sang ibu dosen tadi tidak bisa dibilang konvensional, dan tidak untuk ditiru. Tapi ternyata ada beberapa prinsip hidup beliau yang sangat kuat, termasuk tentang yang benar dan yang salah.

Kisah kedua, yaitu pengalaman saya sendiri. Ketika masih SMA dulu, saya pernah ditilang di suatu razia, karena tidak membawa STNK. Mungkin karena masih bocah dan labil, setelah itu saya mengadu ke bapak saya. Saat itu saya berpikir, 'bapak saya kan polisi'. Semula saya mengira bapak saya akan menyelesaikan urusan tilang menilang itu. Tapi ternyata apa tanggapan bapak saya?? Dengan tenang beliau menyuruh saya untuk bertanggung jawab terhadap kesalahan yang sudah saya buat, karena saya memang salah.  Saat itu saya langsung malu karena sempat berpikir untuk melakukan 'jalan pintas'. Akhirnya saya menyelesaikan urusan tilang menilang itu sendiri, dengan penuh kesadaran.

Ibroh yang bisa saya ambil dari dua cerita tadi adalah, sebelum menyalahkan orang lain, evaluasi dulu diri sendiri. Oke, mungkin orang lain memang salah. tapi sebelum menegur orang lain, tegurlah diri kita terlebih dulu.  Ini seperti kasus orang yang menolak ditangkap karena sudah mencuri, dengan alasan ada temannya yang mencuri lebih banyak tapi tidak ditangkap. Masalah 'salah' dan 'benar' itu adalah masalah yang prinsipil yang seharusnya bersifat universal. Apalagi sebagai muslim, katakanlah yanghaq itu haq, dan yang batil itu batil.

Bila kita merasa keadaan Indonesia saat ini masih bobrok, ayo kita perbaiki bersama-sama. Jangan sampai kita menuding-nuding pihak lain bobrok atau korup, tapi ternyata kita juga turut berpartisipasi aktif dalam hal tersebut. Bila kembali ke konteks tilang menilang tadi, prinsipnya adalah:
  1. Jangan melanggar kalau tidak ingin ditilang
  2. Jangan mau ditilang kalau memang tidak melanggar. Karena kita punya hak untuk bicara.
  3. Bila toh akhirnya memang ditilang karena melanggar, jalani sesuai prosedur. Ikuti sidang di pengadilan. Jangan memilih 'jalan tol', karena itu berarti turut berpartisipas dalam membangun kebobrokan.
Epilog
"mang ya lembaga terkorup No.2 (Kepolisian) ada2 aja gaweannya.
seharunya slogan polisi bukan "Melindungi dan melayani" tapi "Menilang dan korupsi
susah pak. polisi mah udah kebal coz udh kebnykan makan uang haram."

Epilog tadi merupakan salah satu komentar yang ada di status tersebut. Ini mengingatkan saya pada perkataan seorang ustadz, tentang bagaimana seharusnya kita mendo'akan kebaikan untuk orang yang kita rasa berada di wilayah rawan, bukan malah makin memperparah dengan ejekan. Oke, mungkin kepolisian memang lembaga terkorup ke 2 di Indonesia. Tapi apa lantas itu bisa menjadi pembenaran bagi kita untuk menggeneralisir sampai ke akar rumput. Banyak lho polisi-polisi di pelosok Indonesia yang benar-benar masih memegang teguh idealismenya... Orang-orang inilah yang seharusnya kita do'akan agar dikuatkan sehingga bisa bertahan dan memperbaiki dari dalam. Saya memang berasal dari keluarga polisi, dan mereka juga menyadari kalau ada banyak yang harus diperbaiki dalam tubuh POLRI. Tapi kalau semua orang 'baik' menghindar jauh-jauh, siapa yang akan memperbaiki??? dan sekali lagi, amar ma'ruf nahi munkar itu harus dimulai dari diri sendiri, dan membentuknya sebagai karakter kita.

Tulisan ini saya dedikasikan untuk:
  1. Bapak saya, yang menjalani 40  tahun sebagai Polisi dan terus berusaha memperjuangkan idealismenya walau tidak jarang mendapat hambatan yang sangat keras, dan senantiasa menebar syi'ar islam dimanapun beliau berada.
  2. Kakak pertama saya, yang juga berusaha mempertahankan idealismenya sebagai polisi, walaupun itu berakibat teror fisik dan mental, yang sekarang tetap gencat mentarbiyah/membina pemuda-pemuda di kampung saya :)
  3. Kakak kedua saya, yang tetap bertahan sebagai polisi di Sulawesi, dan berusaha memperbaiki sekelilingnya. yang sudah ditawari untuk bisa pindah ke Bali tapi menolaknya karena tidak mau menggunakan koneksi yang bisa dibilang termasuk nepotisme.
  4. Kakak ke 3 saya, yang menjadi polisi sekaligus da'i di NTT, yang tidak ragu menceramahi siapa saja yang bisa diceramahi ;p
  5. Ibu dan semua kakak ipar saya, yang walaupun awalnya akhwat-akhwat sholihah ini pada anti-polisi, tapi akhirnya berlapang dada setelah menjadi istri polisi dan memberikan dukungan penuh. Karena saya percaya bahwa ada perempuan yang luar biasa dibalik laki-laki yang hebat :)
  6. Orang yang menulis status yang saya kutip ini, karena Anda menginspirasi saya untuk membuat tulisan ini :)
Tetaplah menebarkan syi'ar islam dimanapun kalian berada, dan semoga Allah memberi keistiqomahan... saya yakin, kita bisa memberi perubahan ke arah yang lebih baik, dengan peran kita masing-masing ^^

Sleman, 1 April 2011

Tidak Adakah Tempat untuk Mereka?? -Potret Masyarakat-

sumber gambar: watatita.wordpress.com




Suatu siang, saya pergi ke bandara Adi Sucipto untuk mengantarkan saudara sepupu yang akan mudik ke Palu. Karena barang bawaannya banyak, maka diputuskan untuk naik taxi. Ketika sudah di bandara, dengan cepat saya memikirkan akan pulang naik taxi lagi atau trans Jogja. Beberapa pertimbangan jika naik taxi adalah sebagai berikut:

  1. Ketika itu matahari sangat terik. Akan sangat nyaman kalau bisa ngadem sepanjang perjalanan.
  2. Saya akan bisa sampai tujuan dengan cepat. Kebetulan setelah dari situ saya memang ada agenda yang cukup asasi.
  3. Ongkos taxi pulang sekitar Rp.40.000,-. Rasanya agak mubazir kalau penumpangnya cuma saya.
Sedangkan jika naik trans Jogja, pertimbangannya adalah:
  1. Murah meriah, cukup Rp.3000,-
  2. Dari halte trans Jogja, bisa dilanjutkan dengan naik becak. Dan saya sedang sangat ingin naik becak ^^
  3. Tapi makan waktu cukup lama.. Bisa-bisa saya terlambat menghadiri agenda selanjutnya, dan saya tidak mau terlambat.
Ternyata pesawat yang akan dinaiki sepupu saya berangkatnya dimajukan, lebih awal 1 jam. Maka saya memutuskan untuk naik trans Jogja, karena insya Allah waktunya mencukupi.

Ketika sudah sampai halte bandara, ternyata harus menunggu bus cukup lama, dan halte lumayan penuh dengan calon penumpang.  Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya bus 3A yang saya nanti muncul juga. Penumpang berdesakan untuk masuk. Saya beruntung, karena melihat ada 1 kusi kosong, dan langsung saya duduki. Beberapa detik kemudian ada seorang wanita paruh baya yang masuk ke bus dan berdiri di depan saya. Tentu saja spontan saya bangkit, karena saya yang jauh lebih muda dari ibu itu tentunya jauh lebih kuat untuk berdiri di dalam bus.

Ternyata berdiri di dalam bus tidaklah mudah, kerena busnya agak ugal-ugalan. Ketika tidak harus berkonsentrasi menahan keseimbangan, saya bisa dengan leluasa mengamati para penumpang. Ternyata penumpang yang berdiri lebih banyak mbak-mbak, dan penumpang yang duduk lebih banyak mas-mas. Pemandangan yang ironis itu sudah mulai membuat hati saya sakit, memikirkan ketidakpekaan para mas-mas ini. Helloooooo  mas-mas, badan kalian lebih kuat dan lebih tinggi, jadi lebih memungkinkan untuk berdiri dan bergelaantungan di pegangan yang tinggi itu..... Tapi kalian tetap tidak bergeming.... Bahkan ketika ada seorang ibu yang menggendong bayinya masuk ke dalam bus pun, yang merelakan tempat duduknya adalah mbak-mbak... dan mas-mas tadi tetap duduk manis... Juga ketika ada seorang kakek tua yang masuk ke dalam bus, kalian juga tetap diam... 

Sungguh, saya menahan tangis melihat pemandangan itu.... Dimanakah rasa kemanusiaan kalian?? Dimanakah rasa empati kalian???  Inikah potret masyarakat kita?? Yang cuek ketika melihat orang tuna netra kebingungan di halte bus.... Yang tidak peduli ketika ada ibu-ibu paruh baya, kakek tua, ataupun ibu yang menggendong anak harus berdiri di bus padahal mereka sangat tidak mungkin untuk berpegangan ke atas... Tidak kah hati nurani kalian terusik melihat semua itu?


Ini Alat Transportasiku, Apa Alat Transportasimu????


Sepertinya kita sepakat, kalau negara Indonesia  yang kita cintai ini luaaaaassssss banget.  Saya memang belum pernah ngukur secara langsung untuk tau tepatnya seberapa luas. Saya juga sudah lupa, berapa luas Indonesia yang tercantum di buku geografi pas jaman masih dapat pelajaran geografi. Tapi yang jelas saya yakin Indonesia memang luas ^^


Bukan cuma luas, Indonesia juga diberkahi dengan keadaan geografis yang beraneka ragam. Mungkin keragaman ini juga lah yang akhirnya mempengaruhi jenis sarana transportasi di Indonesia, karena kita tau kalau jenis alat ransportasi di seluruh daerah di Indonesia juga beragam.

Berikut ini cerita tentang berbagai alat transportasi yang sudah pernah saya naiki dan yang belum pernah saya naiki (walaupun pengen banget) tapi sudah saya lihat secara langsung.

1. Kereta Apollo
    Hohohohoho.... sepertinya ini kendaraan pertama yang betul-betul saya naiki sendiri pas masih bayi ^_____^





2. Sepeda roda tiga               
Sekitar  mulai umur 2 tahun, sudah diajari naik sepeda dengan roda bantu. Dan karena saya anak bungsu, so pasti sepeda yang saya pakai warisan dari para pendahulu.




3. Sepeda roda dua               
Sekitar umur 3 tahun, sudah diajari naik sepeda roda dua sama bapak. Kalau dipikir-pikir, dulu cara belajar saya agak konyol. Tiap sore latihan naik sepeda, sembari bapak jogging. Awalnya bapak megangi sadel, supaya ga jatuh.. trus hari berganti hari, bapak ga megangi sadel, tapi bagian belakang sepeda diikatkan tali sepat, trus bapak megangi ujungnya. Kalu tali dipegang, saya bisa naik sepeda dengan lancar. Tapi kalau noleh ke belakang trus sadar ternyata tali sudah ga dipegang, saya angsung jatuh. Setelah lebih berumur baru geli sendiri karena sadar. Lah, mana ngaruh ke keseimbangan kalau Cuma diikat pakai tali sepatu. Tapi itulah cara bapak saya, dengan sabar ngajari naik sepeda setahap demi setahap :)




4. Bemo              
  Bemo merupakan salah satu angkutan umum yang pernah jadi andalan di kota Singaraja. Masih segar di ingatan, pengalaman naik bemo sendiri untuk yang pertama kalinya. Pas awal kelas 1 SD, diajak diskusi sama bapak, tentang belajar mandiri. Salah satunya dengan berangkat&pulang sekolah tanpa antar jemput. Ketika saya sudah menyanggupi, keesokan harinya bapak tetap menjemput ke sekolah. Lalu bapak memberi instruksi bagaimana prosedur untuk naik bemo, dan langsung meminta saya memraktikkannya, dengann membekali saya uang 100 rupiah untuk ongkos bemo. Sesuai prosedur yang diajarkan bapak, saya berdiri di pinggir jalan, menunggu bemo warna merah. Ketika dari kejauhan sudah terlihat bemo yang saya tunggu, dengan semangat saya langsung mengayun-ayunkan tangan ke depan. Dan bemo pun berhenti. Saya langsung bilang “pak, ke jalan melur nomer 6 ya”. Bapak sopir mengangguk sambil tersenyum, dan membukakan pintu belakang. Trus saya protes “pak, saya duduknya di depan ya”. Dan akhirnya saya duduk di samping pak sopir, dengan bapak saya yang naik motor mengikuti bemo. Sampainya di rumah, bapak menunggu di halaman, dan ketika saya sudah turun dari bemo, bapak mengucapkan terima kasih ke pak sopir dan memberikan pujian kepada saya karena sudah berani naik bemo sendiri :) Setelah itu, bemo menjadi kendaraan langganan saya, terutama tiap kali pulang sekolah.






5. Becak               
Seingat saya, pertama kali naik becak pas usia pra TK. Waktu itu perjalanan pulang kampung ke kampung halaman ibu. Awalnya naik becak dari pelabuhan Ketapang ke terminal Banyuwangi, trus pas sudah sampai Jogja, naik becak di Malioboro.






6. Dokar               
Dokar ini jadi kendaraan rutin tiap hari minggu :) ketika saya kecil, ibu punya kebiasaan mengajak saya ke pasar tiap hari minggu. Jarak rumah-pasar sekitar 2km. Biasanya kami berangkat jam 6 pagi dengan berjalan kaki. Kami berangkat lumayan pagi, karena biasanya di perjalanan saya suka mapir untuk berhenti menikmati pemandangan bunga yang mekar di kebun orang atau di halaman perkantoran, atau mampir ke bis surat untuk mengirimkan surat  ke para sahabat pena saya di seluruh dunia :) di pasar pun ibu punya kebiasaan selalu membelikan asesoris rambut, dan alhasil koleksi asesoris rambut saya berkardus-kardus! Selesai mondar-mandir belanja, kami pulang naik dokar, karena sinar matahari sudah mulai menyengat dan kaki sudah kelelahan mondar-mandir di pasar. Biasanya dokar yang kami naiki sampai rumah tepat jam 10 pagi, pas ketika di radio memulai sandiwara Nyi Pelet langganan saya :p










7. Kereta              
  Sama dengan pengalaman naik becak, sepertinya pengalaman pertama saya naik kereta pas saya usia pra TK, dalam perjalanan ke Jogja. Setelah itu lama ga pernah naik kereta, dan baru naik kereta lagi ketika saya sudah jadi mahasiswa di Jogja.





8. Bus              
  Ketika saya masih kecil dan keluarga kami belum memiliki mobil pribadi, bus menjadi andalan tiap kali ke luar kota. Terutama tiap kali pulang ke kampung halaman bapak di kabupaten Jembrana. Tapi dari dulu saya ga pernah suka bus antar kota yang di Bali >____< Kalau sekarang sih biasanya naik bus antar provinsi, dan lebih lumayan, karena bus eksekutif ;) tapi walaupun eksekutif, bus adalah salah satu kendaraan umum yang paling tidak saya sukai.







9. Kapal Ferry
               Sejak kecil sepertinya saya memang sudah tidak asing dengan kapan ferry. Rute kapal ferry yang pernah saya naiki antara lain Gilimanuk(Bali)-Ketapang(Banyuwangi), Bali-Lombok, dan Lombok Sumbawa. Yang paling horor adalah rute Bali-Lombok @___@, dimana perjalanan memakan waktu 4-5 jam dengan ombak yang horor karena angin kencang.





10. Kapal PELNI Kerinci               
Satu-satunya pengalaman saya naik kapal besar adalah ketika untuk pertama kalinya ke Sulawesi. Kami sekeluarga ke Surabaya dulu dengan mengendarai mobil, lalu naik kapal Kerinci dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Perjalanan dari Tanjung Perak ke Pelabuhan Pantoloan (Palu) memakan waktu sekitar 3 hari 2 malam. Kalau dipikir-pikir dengan membayangkan peta Indonesia, rute kapal ini lumayan aneh. Dari Surabaya kami mapir di Pare-Pare (Sulawesi Selatan), lalu kapal menuju Balikpapan( Kalimanan Timur), lalu ke Sulawesi lagi, tepatnya ke Palu(Sulawesi Tengah). Pengalaman di atas kapal selama 3 hari ini benar-benar luar biasa. Saya jadi bisa mengamati berbagai jenis manusia ^^ selain itu bisa kenal dengan para awak kapal yang ramah-ramah. Badan pun tidak terlalu lelah. Karena bila kami bosan di dalam kamar, kami bisa mondar-mandir entah ke dek kapal, ke mushola, ke restoran, atau sekedar jalan-jalan mengelilingi seantero kapal.







11. Pesawat
Pengalaman pertama saya naik pesawat adalah ketika sudah SMA. Ini masih dalam rangkaian perjalanan setelah naik kapal Kerinci. Setelah bersilaturahim ke keluarg besar yang ada di Sulawesi, kami melanjutkan perjalanan untuk silaturahim ke saudara ibu yang ada di Kalimantan. Dan pesawat yang pertama kali saya naiki adalah Bouraq Airlines jurusan Palu-Balikpapan. Setelah itu, rute-rute penerbangan yang pernah saya ambil adalah Banjarmasin-Surabaya(dan sebaliknya), Denpasar-Palu(dan sebaliknya), Surabaya-Palu(dan sebaliknya), Jogja-Denpasar (dan sebaliknya), Denpasar-Maumere(dan sebaliknya). Di antara semua maskapai yang pernah saya coba, yang paling mantab jelas Garuda Indonesia :)







12. Jukung
               Jukung merupakan perahu nelayan di Bali. Bagi warga pesisir, tentu tidak asing dengan pemandangan jukung. Pengalaman pertama saya naik jukung baru setelah saya lulus SMA :) Kami naik jukung di pantai Lovina pagi-pagi buta, agar bisa melihat pemandangan lumba-lumba liar yang berlompatan di tengah lautan ^___^ subhanallah.... benar-benar pemandangan yang luar biasa! Ketika matahari mulai terang, lumba-lumba pun lenyap dan kami menepi lagi. Sebelum benar-benar sampai pasir lagi, jukung yang kami naiki berhenti dulu di atas kawasan terumbu karang. Dan akhirnya saya pun tidak bisa menahan godaan untuk nyempung ke laut, supaya bisa melihat terumbu karang dan ikan beraneka warna dengan lebih jelas. Dan sekali lagi, betapa indah ciptaan Allah :)






13. Klotok
Klotok merupakan sejenis perahu/kapal mini yang ada di kalimantan. Karena kalimantan memilikin beberapa sungai besar, klotok menjadi salah satu sarana transportasi andalan warga. Pengalaman  pertama saya naik klotok di sungai Barito Banjarmasin adalah ketika kami mengunjungi pasar terapung. Hehehehe.... di pasar ini, semua penjual dan pembeli naik klotok. Kagum deh dengan keseimbangan badan warga lokal yang dengan lincahnya bermanufer di atas klotok. Pernah juga naik klotok di sungai Barito, ketika mengunjungi rumah salah satu kerabat, dan rumah ini memang hanya bisa diakses dengan klotok!! Serupa dengan di Banjarmasin, warga Samarinda juga biasa berklotok ria menyusuri sungai Mahakam. Klotok yang berukuran agak besar, bisa menampung murid-murid dengan sepedanya dan pegawai kantoran yang mengendarai motor. 






14. Kano               
Kano merupakan pemandangan yang sering dijumpai di pantai Penimbangan di dekat rumah saya. Terakhir kali saya naik kano dulu pas masih SMA. Kalau ga salah dulu tarifnya Rp.3000,-/jam. Awalnya saya mikir, kok bentar banget, cuma 1 jam. Tapi ternyata..... mendayung kano di lautan selama 1 jam itu benar-benar menguras tenaga!!!! Jangankan sampai 1 jam, baru setengah jam saja sudah nyerah. Kano yang ada di pantai ini adalah kano yang hanya bisa dinaiki 1 orang. Dayung kano akan terikat dengan tali ke badan kano, supaya tidak hanyut terpisah ketika kano terbalik. Dan kano memang mudah terbalik, terutama bila ombak agak keras.







14. Sepeda Motor               
Sepeda motor merupakan sarana transportasi saya yang utama dari dulu sampai sekarang :) dan sejak kelas 1 SMA hingga sekarang saya masih setia dengan si karisma DK saya :)








15. Mobil
Sepertinya tidak perlu dibahas panjang lebar tentang mobil, karena saya yakin semua pembaca tau mobil. Yang jelas ketika sudah berusia 17 tahun(usia minimum untuk sim A), saya langsung dipaksa belajar nyetir sama bapak @_____@

16. Truk
Hehehehe... dulu paling sering naik truk pas jaman masih aktif di Pramuka. Khususnya truk polisi ^______^








Itu tadi cerita tentang kendaraan yang saya ingat pernah saya naiki. Karena keterbasan ingatan, bisa jadi ada kendaraan yang belum tersebutkan. dan berikut ini kendaraan yang pengeeeeeeennnnnn banget saya naiki, tapi belum kesampaian sampai sekarang.

1. Cidomo
kalau ga salah ingat, cidomo itu akronim dari cikar dokar bemo. Asumsi saya sih nama itu muncul karena cidomo ditarik oleh kuda seperti dokar, dengan badan seperti cikar, dan roda mobil seperti bemo. Ini adalah kendaraan tradisional di pulau Lombok. Sayangnya saya belum berkesempatan untuk mencoba, karena biasanya ke Lombok cuma numpang lewat ;( 









2. Angkot truk ala Flores
Pertama kali saya melihat kendaraan ini adalah ketika perjalanan dari danau Kelimutu ke kota Ende. Truk yang diisi bangku ini merupakan sarana transportasi umum antar kabupaten di pulau Flores. Semoga lain kali saya berkesempatan mencobanya :)












3. Kuda
Ketika berkendara menyusuri pulau Sumbawa(NTB), salah satu pemandangan yang tidak asing adalah kuda! Entah itu kuda yang lepas liar di hutan, atau kuda yang menjadi sarana transportasi. Bukan pemandangan aneh jika melihat kuda besar yang dinaiki anak-anak usia SD. Sayangnya saya belum bisa berkuda :( 









Nah, itu tadi cerita saya tentang alat transportasi. Monggo kalau ada teman-teman yang ingin berbagi tentang sarana transportasi yang diketahui, untuk menambah pengetahuan kita tentang keanekaragaman transportasi  :)

Kisahku dan Mas Maling




1 Agustus 2012 sepertinya merupakan hari yang lumayan membuat perasaan saya jungkir balik.  Diawali dengan saya  yang tidak tidur sama sekali di malam sebelumnya, dan sudah mulai aktivitas di luar mulai dari jam 5.30 pagi.  Alhasil ketika tiba di kos pukul 14.00, saya benar-benar sudah tidak bisa menahan rasa kantuk dan akhirnya  tertidur.
Di tengah-tengah tidur, tiba-tiba saya terbangun. Proses bangun ini pun agak beda dengan kebiasaan saya. Biasanya ketika bangun saya mengerjap-ngerjapkan mata dulu dan melakukan reorientasi setelah mengalami disorientasi karena tidur. Setelah otak fokus, barulah saya bangkit. Nah, siang itu ketika terbangun entah kenapa saya langsung bangkit ke posisi dudukk, dan refleks menoleh. Dan TADAAAAAAAA......... sekitar satu meter dari tempat tidur saya berdiri seorang laki-laki yang sedang memegang laptop saya di tangan kanannya.






ini laptop yang udah dipegang sama mas maling






Ada orang tak dikenal di kamar dan memegang laptop saya -laki-laki pula-, tidak butuh otak jenius untuk langsung menebak bahwa itu maling yang sedang beroperasi. Melihat itu, tentu saja saya kaget dan langsung refleks berdiri dengan memegang ponsel yang berada di sebelah bantal.  Nah, lucunya(saya baru menganggapnya lucu pasca kejadian) si mas maling kelihatannya juga tidak kalah kagetnya ketika melihat saya yang bangun dengan tiba-tiba. Dia berusaha menjelaskan sesuatu ‘Mbak, tadi.. bla.. bla.... bla...’ Tentu saja tidak saya hiraukan. Saya todongkan ponsel jadul yang ukurannya lumayan besar itu ke arah si mas maling sambil saya pelototi, dan saya bilang ‘turunin laptop saya dan segera keluar dari sini. Kalau gak saya bakal teriak’.  Bukannya langsung ngacir kabur, si mas maling malah tetap berdiri di sana sambil terlihat memikirkan sesuatu. Sempat terbersit di pikiran saya untuk benar-benar berteriak. Dalam sekian detik yang menegangkan itu otak saya berpikir dengan cepat, menimbang-nimbang apa yang harus saya lakukan. Beberapa fakta yang jadi pertimbangan saya adalah:

  1. Saat itu di kos hanya ada saya seorang..
  2.  Pada jam-jam seperti itu (antara dzuhur dan ashar) lingkungan di sekitar kos memang sepi, karena orang-orang beraktivitas di luar atau sedang istirahat siang di rumah. Dan saya juga memang tidak mendengar suara apa-apa dari luar.
  3.   Mempertimbangkan 2 fakta di atas, sepertinya berteriak bukan menjadi pilihan yang pas, karena peluang untuk terdengar sangatlah kecil(terlepas dari pendapat saya pribadi bahwa berteriak ‘maliiiinnngggg’ itu benar-benar tidak elegan).
  4.  Saya juga berpikir, bila saya berteriak bisa-bisa nanti si mas maling jadi panik lalu kalap. Kalau sudah kalap, reaksinya bisa lari dengan membawa laptop saya, atau melempar laptop saya lalu lari. Yang manapun pilihannya, laptop saya terancam dalam bahaya.
  5.  Kemungkinan yang paling buruk adalah kalau si mas maling kalap bukannya ngacir tapi bisa-bisa malah balik nyerang saya karena merasa terdesak. Gawat kalau itu terjadi. Soalnya dengan postur mas maling yang tinggi, peluang saya untuk menang sepertinya sangat kecil(selain itu rambut si mas maling juga cepak, jadi tidak memungkinkan bagi saya untuk adu jambak-jambakan dengannya... #ehhh)


Balik ke situasi genting tadi, dengan pertimbangan-pertimbangan yang muncul di kepala saya itu, akhirnya saya ulangi lagi ancaman saya,  memelototkan mata dengan lebih meyakinkan, dan makin maju mendekat si mas maling dengan tetap menodongkan ponsel saya. Perlu tiga kali ancaman ke masnya baru masnya bersedia mengangkat tangan kiri sambil meletakkan kembali laptop saya yang ada di tangan kanannya dan berjalan mundur keluar dari kamar saya, lalu keluar lewat pintu depan (ini sekaligus menjawab pertanyaan beberapa orang yang penasaran si mas maling keluar lewat mana).








Ini hp yang saya pakai untuk nodong mas maling =.='




Pas si mas maling keluar dari rumah, dalam sekian detik itu otak saya berputar dengan cepat lagi, mempertimbangkan akan langsung saya kejar sambil berteriak atau saya biarkan saja. Karena saya tidak memakai jilbab, maka saya putuskan untuk tidak langsung mengejarnya(masak keluar rumah ga pakai jilbab) dan langsung menyambar atasan mukena yang tergantung di kamar. Ketika aurat sudah tertutup, eh terdengar suara deru motor tanda si mas maling sudah ngacir.

Dari posisi berdiri itu saya langsung ndeprok. Badan saya terasa benar-benar lemas. Sepertinya saat itu saya diliputi rasa shock, karena tanpa sadar air mata saya mengalir terus. Lalu terdengar lantunan adzan ashar. Namun saya tetap tidak bisa bangkit dan beranjak mengambil air wudhu, karena masih shock dan agak trauma jadi ragu untuk keluar kamar. Kemudian sambil berurai air mata(maaf kalau bahasa saya agak lebay) saya mengirim sms ke beberapa orang, menceritakan kejadian yang baru saya alami. Dalam sekejap mata(ini juga lebay) 2 sahabat saya sudah muncul di samping saya. Saat itu barulah saya mulai tenang dan langsung berwudhu untuk kemudian sholat ashar.

Pasca kejadian, saya baru sadar kalau pengalaman yang saya alami itu benar-benar aneh bin oneng bin lucu. Keonengan kisah ini tidak berhenti sampai di situ. Malam harinya, setalah saya dan teman kos curcol ke ibu kos, bapak kos langsung datang. Dan taukah kalian apa fakta yang saya dapat dari bapak kos???? Ternyata sebelum ashar bapak kos sudah berangkat ke masjid, dan pas lewat kos kami, bapak melihat ada mas-mas yang baru keluar dari kos kami. Karena lumayan agak curiga, bapak kos menegur si mas ini 
‘dari mana mas?’ 
dan si mas maling menjawab ‘biasa’ sambil ngedumel dan ekspresi wajah marah. 
Laaaahhh...... bukannya makin curiga, melihat ekspresi mas itu bapak kos malah ngira si mas yang baru keluar tadi marah gara-gara habis berantem sama saya(bapak kos tau kalau saya yang ada di kos soalnya motor saya diparkir di luar). Pas  menjelaskan pertemuan dengan si mas tadi, dengan polosnya bapak kos bilang ke saya ‘habisnya masnya tinggi tur ganteng, jadi saya kira pacarnya mba Nurul’
Doeeeeeenngggggg........dubraaakkkk!!!!! Saya dan adik kos kompak menjawab ‘bapaaaaakkkkk...... di kos ini ga ada yang punya pacar..... kalaupun ada temen putra yang dateng, biasanya mereka cuma di depan rumah, ga sampai masuk ruang tamu’.
Dan bapak kos kembali menjawab ‘lah, trus berarti kalau  ada cowok nyelonong masuk sinii berarti langsung dicurigai aja?’
Lagi-lagi  kami kompak menjawab ‘Iya pak, kalau lihat ada cowok yang nyelonong masuk atau keluar dari sini, ditangkep aja dulu, baru ditanyai’.

Itulah kisah tentang saya dan si mas maling yang lumayan aneh bin ajaib =___=’
Buat para pembaca.... WASPADALAH... WASPADALAH....