RSS

Ketika Kekurangan Menjadi Keistimewaan


Sebut saja namanya Ani -bukan nama sebenarnya-. Saya mengenal Ani sekitar setahun yang lalu, ketika sedang menjemput adik saya di asrama. Kesan pertama bertemu Ani saya langsung terkesima. Ya, terkesima. Karena sembari saya menunggu adik saya bersiap-siap, Ani berinisiatif untuk ngobrol dengan saya. Bukan hanya obrolan basa basi, tapi dia betul-betul aktif memperdalam pertanyaan-pertanyaannya, dan juga memberi jawaban panjang lebar atas pertanyaan saya. 



Lalu apa yang spesial dengan itu? Well, itu sangat spesial bagi saya, karena Ani adalah penyandang tuna rungu. Ya, asrama yang saya maksud di sini adalah asrama di sebuah Sekolah Luar Biasa di Sleman. Seorang penyandang tuna rungu bisa bercakap-cakap dua arah adalah suatu capaian yang luar biasa. Iya, bercakap-cakap dengan berbicara, bukan dengan bahasa isyarat.



Bagi orang-orang dengan pendengaran yang normal, bercakap-cakap mungkin sudah menjadi hal biasa. Bahkan tidak semua orang dengan pendengaran normal memiliki skill komunikasi dua arah yang baik. Tapi bagi seorang penyandang tuna rungu, untuk bisa bercakap-cakap sungguh membutuhkan usaha yang luar biasa. Mungkin itulah kenapa orang awam sering menyebut penderita tuna rungu dengan 'bisu'. Bisu di sini adalah tidak bisa berbicara yang disebabkan karena tidak bisa mendengar. Sebetulnya sebutan itu juga kurang tepat, karena penderita tuna rungu ini justru cukup sering 'bersuara' dan tidak jarang suara-suara ini sangat melengking. Ketika sejak lahir kita tidak pernah mendengar suara, kita tidak tau konsep 'suara', dan bagaimana mengontrol suara yang kita keluarkan. 

Jadi bisa kita bayangkan seperti apa perjuangan seorang Ani hingga dia memiliki kemampuan seperti itu. Selama bertahun-tahun dia harus belajar membaca gerak bibir dan belajar mengeluarkan 'suara' dengan benar. Mungkin itu juga alasan mengapa jika kita perhatikan, penderita tuna rungu sangatlah ekspresif ketika berbicara. Tidak hanya artikulasi bibir yang sangat jelas, namun juga diekspresikan dengan gerakan tubuh. Dan poin paling pentingnya adalah mereka selalu fokus dengan lawan bicara.



Setelah pertemuan pertama dengan Ani tadi, beberapa minggu kemudian saya lagi-lagi terkesima. Ketika itu saya sedang mengantarkan adik saya kembali ke asrama. Ketika berjalan ke arah kendaraan, saya melihat seorang ibu sedang duduk sendirian, dan otomatis saya berikan sapaan sekilas. Ternyata saya jadi tertahan cukup lama, karena setelah saya sapa, beliau mengajak saya berkenalan dan mulai bercerita. Awalnya saya merasa annoyed, karena saya tidak jadi segera pulang. Namun kemudian saya sadar, mungkin ibu ini butuh tempat untuk sharing. Jadi akhirnya saya dengarkan cerita beliau dengan fokus. Ternyata beliau adalah ibu dari Ani. Beliau menceritakan bagaimana Ani sedari masih kecil. 

Ketika sadar anaknya tidak bisa mendengar, beliau sempat sangat syok. Ada masa-masa dimana beliau 'menyembunyikan' Ani dari masyarakat, karena malu. Namun untungnya beliau tidak mau berlama-lama mengasihani diri sendiri. Beliau ingin Ani bisa tetap mengasah potensi-potensi yang dimilikinya. Itulah kenapa beliau menyekolahkan Ani di sebuah SLB swasta milik yayasan sebuah agama. Sekolah itu memang terkenal dengan kualitas pengajaran dan prestasi murid-muridnya yang patut diajari jempol. Hanya satu hal yang tidak Ani dapatkan di sana, yaitu pelajaran agama Islam.

Suatu hari ketika sedang di rumah, beliau menyuruh Ani untuk sholat. Saat itu Ani menolak, tidak mau sholat. Dan ibunya pun semakin marah dan kemarahannya dilontarkan ke Ani. Dengan nada marah juga Ani menjawab ke ibunya 
'Ibu ga punya hak maksa aku sholat, karena ibu yang nyekolahkan aku di sekolah ******* dan ga pernah ada yang ngajari aku sholat di sana'

Deg! Saat itu si ibu langsung tertegun. Iya, selama ini beliau hanya peduli supaya anaknya bisa berprestasi.... Tapi demi prestasi itu, beliau tidak mempedulikan segi agama. Saat itu beliau terbayang, di akhirat nanti bagaimana beliau harus mempertanggungjawabkan amanah anak ini di hadapan Allah.... Saat itu juga beliau langsung sadar kalau ilmu agama jauh lebih penting dari prestasi apapun. Maka akhirnya Ani dipindahkan ke sekolah umum yang memberikan pelajaran agama Islam di sekolah. Ani jadi mulai sholat dan menutup aurat sejak dipindah ke sekolah berarasrama yang baru. 

Saat itu, sang ibu berpesan kepada Ani 'Kamu kan tau bagaimana sulitnya jadi orang tuna rungu. Bahkan ibu pun ga bisa selalu paham maksud & perasaanmu. Makanya ibu pingin kamu membantu anak-anak tuna rungu lainnya, karena pasti kamu bisa lebih memahami mereka dibandingkan orang-orang yang bukan tuna rungu. Ibu pingin kamu bisa bermanfaat bagi orang lain. Buktikan kalau dengan keterbatasan ini justru membuat kamu istimewa, karena kamu bisa memahami hal yang ga dipahami orang lain, dan bisa membantu orang-orang yang punya permasalahan seperti permasalahanmu dulu'

Dari situlah kemudian Ani menjadi sosok yang luar biasa, yang membuat saya terkesima. Ia menjadi sosok 'kakak' di asrama.  Benar apa yang dikatakan ibunya, bahkan sampai saat ini saya belum benar-benar bisa memahami adik saya. Sering kali saya tidak tau apa yang dimaksud adik saya. Dan Ani justru lebih bisa memahami adik saya dan memberi bantuan konkret. Dia lah yang sangat membantu adik saya ketika masih masa beradaptasi. Dengan telaten dia menghibur ketika adik saya menangis karena rindu keluarga.... Ia juga yang dengan sabar menemani adik saya setiap waktu makan, agar adik saya tidak kesepian. Ia yang membimbing bagaimana supaya bisa hidup mandiri ketika terpisah dengan orang tua. Dan semua itu tidak hanya dilakukan untuk adik saya, namun juga untuk penghuni asrama lainnya, terutama yang memiliki permasalahan adaptasi dan komunikasi. Ani ingin dirinya bisa bermanfaat bagi orang lain, dan bisa menjadi amal jariyah bagi orang tuanya.

Kalau Ani yang berkebutuhan khusus saja bisa dengan konkret menebar manfaat untuk orang lain, lantas bagaimana dengan kita?
Dan satu hal pelajaran yang saya ambil ; di balik sosok Ani yang hebat, ada sosok seorang ibu yang sangat luar biasa dalam mendukung anaknya hingga sang anak bisa mengapakkan sayap dengan lebar.

My Most Awkward Moment on 2014

Gara-gara di suatu grup ada yang minta ngeshare awkward moment, tiba-tiba saya keinget kejadian di akhir tahun 2014 lalu. Bisa dibilang ini awkward moment saya yang menduduki peringkat pertama di tahun itu.



Jadi ceritanya di suatu hari yang cerah saya nangkring seharian di perpus universitas. Karena sudah mulai lelah, akhirnya saya ketiduran. Bangun tidur, kerasa agak ngiler dikit, trus langsung diem-diem ngelap iler :D Ini moment awkward saya? Bukan!



Nah, habis ngelap iler, toleh kanan kiri, nyari tau ada orang yg merhatiin saya ngelap iler apa ga. Ternyata ga ada. Yes!  Pas kepala muter 180 derajat, tepat di meja belakang saya ada mas-mas yang ternyata juga ketiduran. Gatau itu siapa, karena mukanya ketutup leptop. Bahagia rasanya nemu ada orang lain yang pelor (nempel molor) kayak saya. Trus saya noleh kanan kiri lagi mastikan ga ada yg merhatikan saya. Yakin sudah aman ga ada yang merhatikan, saya buru-buru motret si mas yg ketiduran itu. Sumpah, ini kelakuan beneran kayak paparazzi di sinetron murahan. 



Setelah itu, foto candid tadi langsung saya aplot di fb. Cuma iseng aja sih maksudnya.... Biar ngantuk saya ilang. Toh juga muka si mas ga kelihatan.. Dan helloooo, ini perpus tingkat univ, jadi peluang ketemu orang yang dikenal itu ga terlalu besar :D



Tapi ternyata dari peluang yang sangat kecil itu, saya dapat jackpot :3 Ga lama setelah ngaplot, eh ada beberapa friends fb yg komen, dan ternyata mereka mengenali orang yang diem-diem saya jepret tadi. Dan si korban jepretan dimenseyen ke postingan saya  Itu langsung awkward. Malu banget rasanya.....

Ceritanya belum selesai sampai situ. Besoknya, saya iseng pergi ke toko buku. Trus tiba-tiba ada mas-mas yang ga saya kenal jalan ke arah saya. Saya cuekin aja sih, karena ga kenal. Liat orang yang saya kenal aja saya bisa cuek pura-pura ga liat, apalagi orang yang ga saya kenal. Tapi ternyata si mas beneran nyamperin saya. Pas udah deket si mas bilang 'Mba, ga diem2 motret saya lagi kan?'

Saya otomatis kedip-kedip dengan tatapan ga fokus  sambil loading mencerna apa yang dia maksud. Pas akhirnya nyadar, OMG..... ternyata ini mas-mas yg kemaren  foto pelornya saya aplot karena iseng  Dan  OH NO!!! Dianya ngenali saya sebagai si paparazzi di perpustakaan . Langsung speechless  selama beberapa detik, dan saat itu rasanya pengen nyari lubang untuk ngumpet.

Well, sejak kejadian itu saya sudah ga usil lagi ngaplot foto awkward orang tanpa izin, biar ga kualat. Dan sejak saat itu pula saya ga pernah lagi boci (bobo ciang) di perpustakaan :3  And the worst fact was, ternyata si mas pas saya jepret diem-diem itu 'tidur'nya bukan karena pelor, tapi diduga karena keracunan makanan. Alangkah jahatnya saya, ada orang semaput bukannya ditolong tapi malah dijepret dan fotonya diaplot >.< Jangan ditiru saudara-saudara......

Ini Binatang Peliharaanku (dulu), Apa Binatang Peliharaanmu (dulu)?

Saya yakin, sebagian besar orang pernah punya binatang peliharaan, tak terkecuali saya. Sepertinya sejak saya bisa berjalan, saya sudah punya binatang peliharaan :D Memelihara binatang-binatang yang mainstream untuk dipelihara itu jelas iya saya alami. Sebut saja ayam, burung, kucing, ikan.... Itu semua pernah saya pelihara. 'Memelihara' di sini maksudnya betul-betul bertanggung jawab atas kehidupan si binatang lho ya, bukan cuma bagian main-mainnya. Jadi dari saya masih unyu-unyu, udah biasa dengan yang namanya ngasi makan ayam/kucing/burung, juga bersihin kandang mereka.

Itu tadi yang mainstream... Sekarang saya mau ngeshare binatang-binatang lain yang pernah saya pelihara.


  1. Jangkrik


 Sepertinya jangkrik memang bukan binatang yang jarang dipelihara. Tapi biasanya yang      memelihara adalah anak laki-laki... Jarang ada anak perempuan yang memelihara jangkrik. Well, saya mengenal jangkrik dari kakak ke 2 saya. Di antara 4 bersaudara, memang dia yang paling tertarik dengan dunia perbinatangan. Jangkrik-jangkrik yang saya punya, sebagian saya beli darinya, dan sebagian menangkap di halaman rumah. Kandang jangkrik yang terbuat dari bambu itu juga saya beli dari kakak saya yang satu ini. Dan koleksi jangkrik (beserta kandangnya) ini saya taruh di dalam kotak sepatu, dan saya letakkan di bawah tempat tidur. Kenapa di bawah tempat tidur? Supaya jangkriknya rajin berbunyi, karena konon katanya jangkrik suka tempat gelap :D
     

     2. Jangkrik Upo




 Selain jangkrik yang biasa, dulu saya juga pernah memelihara jangkrik upo. Entah versi dalam Bahasa Indonesianya apa, yang jelas ukuran jangkrik ini memang kecil, hampir seperti upo (nasi). Untuk jangkrik upo ini, kakak saya menjualnya ke saya dengan harga yang lebih murah daripada jangkrik yang bukan upo. Tapi karena ukurannya yang kecil, agak susah untuk membuat jangkrik ini bisa bertahan di kandang bambu tadi... Jadi akhirnya jangkrik-jangkrik ini saya lepas lagi :3  


     3. Orong-orong





Well, saya mengenal orong-orong masih dari orang yang sama, kakak ke dua saya. Saat itu dia mempromosikannya sebagai 'jangkrik jenis baru'. Dan dengan lugunya, saya yang baru kelas 1 SD percaya itu -_- Jadilah saya beli 'jangkrik jenis baru' ini dari kakak saya tadi, dan saya taruh di kandang jangkrik. Setelah beberapa hari dipelihara, 'jangkrik jenis baru' ini masih tidak bersuara juga. Akhirnya saya tanyakan ke ibu, dan dari situ saya jadi sadar kalau saya jadi korban penipuan -_-. Aaaaaaakkkk..... kakak saya yang 1 itu memang paling hobby ngerjain saya, dibanding dengan kakak-kakak yang lain >.< Akhirnya 'jangkrik jenis baru' yang sudah saya beli dengan menguras uang saku ini saya lepas lagi ke kebun.


     4. Semut Rangrang



Semut rangrang atau ibu saya menyebutnya 'angkrang' ini bukanlah binatang yang asing bagi warga Indonesia, karena biasa dijumpai di pohon-pohon. Dulu saya sering terkesima setiap kali mengamati angkrang ini..... Pernah saya mencoba memeliharanya. Jadi saya tangkap 2 angkrang -waktu itu saya mikirnya supaya bisa dikembangbiakkan, saya harus memelihara sepasang(padahal juga ga tau gimana bedakan jenis kelaminnya)-, dan saya masukkan ke kotak bekas korek api. Saya letakkan daun sebagai makanan. Sehari kemudian, 2 angkrang itu terlihat lemas... Beberapa hari kemudian, keduanya tewas T_T Setelah itu, saya berhenti memelihara angkrang di dalam kotak korek api. Tapi saya tetap tertarik dengan koloni angkrang ini. Waktu itu saya merasa ga adil, kenapa ada pohon yang terlalu banyak angkrangnya, dan ada pohon lain yang tidak berpenghuni. Jadilah saya membuat project 'migrasi angkrang'. Saya tangkap beberapa angkrang dari pohon yang banyak angkrangnya, dan saya pindahkan mereka ke pohon-pohon lain yang masih belum berpenghuni. Setiap hari 'daerah transmigrasi' ini saya amati. Ada pohon yang sukses jadi daerah transmigrasi, tapi ada juga pohon yang gagal, bisa dilihat dari lenyapnya angkrang-angkrang yang saya letakkan di sana.


      5. Cacing Tanah






Dulu di perpustakaan SD saya membaca buku tentang budidaya cacing tanah... Karena tertarik, saya mencoba membudidayakan cacing tanah, meniru petunjuk di buku yang saya baca. Yah, namanya bocah, saya mempraktikannya ya sebatas hasil pemahaman saya (yang ternyata agak sesat^^'). Jadi saya mencari ember bekas yang sudah tidak terpakai, lalu saya isi dengan tanah. Saya campur dengan pupuk kandang dan kompos, dan dicampur air supaya lembab. Lalu saya berburu cacing tanah di kebun, dan berhasil mendapatkan beberapa. Nah, entah bagaimana ceritanya, waktu itu saya memahaminya cacing tanah berkembang biak dengan membelah diri. Jadilah itu semua cacing tanah hasil tangkapan masing-masing saya potong jadi 2, lalu saya masukkan ke dalam media yang sudah saya buat. Tiap hari media itu saya cek dan saya tambahkan air kalau terlihat agak kering... Seminggu kemudian, saya berpikir seharusnya cacing-cacing saya tadi sudah gemuk-gemuk. Maka saya keluarkanlah seluruh isi ember itu, untuk memanen cacing-cacing saya. Tapi ternyata bukannya menemukan cacing yang gemuk-gemuk, saya cuma menemukan tanah. Tidak ada cacing sama sekali. Cacing-cacing saya tewaaaaasssss T_T


     6. Bekicot mini




Saya sudah berusaha googling, tapi tidak bisa menemukan gambar bekicot yang saya maksud. Jadi gambar ini saja yang saya upload. Pada suatu hari, saya menjelajah di taman milik teman sekolah saya. Di situ saya melihat beberapa bekicot cantik. Ukurannya kecil-kecil, lebih kecil dari jangkrik upo, dan warnanya krem kekuningan. Tidak jelek seperti bekicot di rumah saya yang besar-besar dan berwarna coklat tua dan sering dibunuh oleh ibu saya. Karena suka, maka saya tangkap beberapa bekicot cantik ini untuk saya bawa pulang, dan saya lepas di taman rumah saya, supaya bekicot di taman rumah saya tidak cuma yang coklat buruk rupa itu.  Beberapa hari kemudian, aksi saya ini diketahui oleh ibu saya, dan saya dimarahi karena menyebar hama di tanaman ibu saya. Kata ibu, bekicot kecil-kecil seperti itu justru sulit dibasmi. Tapi akhirnya punah juga T_T Padahal kan cantiiiiiikkkkkk....


     7. Kodok




Ingeeeetttt banget dulu saya pernah melihara beberapa kodok. Jadi saya berburu beberapa kodok yang potensial untuk 'digemukkan', Waktu itu saya pernah denger, kalau ayam potong ditaruh di kandang yang sempit supaya ga banyak gerak jadi cepet gemuk. Nah, prinsip itu saya terapkan pada si kodok. Mereka saya pelihara di dalam lubang batako. Satu lubang untuk satu kodok, trus lubangnya saya tutup pakai batu supaya si kodok ga bisa kabur. Lagi-lagi, pas ketahuan ibu, saya disuruh melepas kodok-kodok ini. Kata ibu, kasian kodoknya tersiksa saya kurung kayak gitu :3 #okebaiklah

    8. Berudu




Khusus binatang yang satu ini, saya pelihara bukan di rumah, tapi di sekolah. Soalnya waktu itu kami belum punya kolam sendiri. Jadi karena kesibukan orang-orang yang mengantar jemput saya ke sekolah, datang paling awal sebelum yang lain datang dan pulang paling akhir setelah sekolah sepi itu sudah jadi hal biasa. Well, untungnya halaman sekolah saya luas.... Jadi saya bisa mengisi waktu dengan berpetualang menjelajah kebun sekolah. Salah satu hobby saya saat itu adalah duduk di pinggir kolam sambil memperhatikan para penghuni kolam. Saya tau kapan teratainya mekar, berapa jumlah ikan dewasa, dan juga tau kalau ada ikan yang mati. Nah, pas sedang bertapa di tepi kolam itu saya melihat sesuatu yang mirip bubur sagu mutiara... Bulet-bulet berlendir dan warnanya agak pink. Tidak lain dan tidak bukan itu adalah telur kodok. Setiap hari saya mengecek telur-telur ini, hingga akhirnya menetas jadi berudu. Berudu-berudu ini setiap hari saya jenguk... Jadi saya update dengan pertumbuhan mereka.... Pernah juga sebagian berudu saya pindah ke kolam lain yang tidak ada berudunya. Seperti kasus angkrang yang saya sebut sebelumnya, saya ingin membantu pemerataan jumlah penduduk berudu di tiap-tiap kolam..



Nah, itulah binatang-binatang yang pernah saya pelihara. Kalau dipikir-pikir, karena saat itu saya jarang berinteraksi dengan sesama manusia (waktu kecil saya sama sekali ga punya teman bermain, karena di sekitar tempat tinggal ga ada anak perempuan yang sebaya :3, saya jadi bisa lebih peka dengan keberadaan makhluk-makhluk lainnya....   Karena ga cuma binatang peliharaan, saat itu saya juga rajin bercocok tanam, melengkapi taman bunga ibu. -Mungkin topik bercocok tanam ini akan saya jadikan bahan tulisan di lain waktu-. Yang jelas, saya ingin anak-anak saya nanti juga berkesempatan untuk meng-explore alam sekitarnya.... Bukan jadi gadget-addict :v

-Cerita tambahan, dulu saya sempat pengen memelihara anak kambing di rumah. Setiap kali jogging di pantai, saya agak iri dengan orang-orang yang jogging bersama anjing-anjing mereka. Berhubung saya tidah bisa memelihara anjing, saya pikir anak kabing bisa dijadikan teman jogging yang kece, dengan diberi kalung dan tali dan jogging bersama saya. Yah, tapi permintaan ini ditertawakan oleh bapak ibu saya @_@-









*semua foto diambil dari mbah google

Wejangan Kelulusan dari Bapak



Saya yakin ada banyak orang-orang di sekitar saya yang peduli dengan kelulusan saya.

Dari hasil pengamatan saya, orang-orang yang memberikan perhatian pada skripsi saya bisa dikategorikan sebagai berikut: 
  1.  Orang yang menanyakan progress saya sambil lalu...
  2. Mereka yang serius menayakan progress tapi sadar tidak bisa memberi bantuan secara konkret.
  3. Orang yang tidak menanyakan secara detail tapi selalu memberikan semangat positif.
  4. Orang yang menanyakan secara detail dan menawarkan bantuan secara konkret.
  5. Orang yang tidak banyak bertanya tapi selalu konkret dalam membantu.
  6. Orang yang tidak bertanya dan tidak membantu tapi langsung menghakimi.

    Jadi merasa termasuk yang manakah kamu? Hahaha...




Oke, jadi saya memang lumayan lama mengalami stuck di bab empat, bingung apa yang harus dituliskan karena output data saya aneh dan saya jadi semakin bingung dalam membaca data itu.
Sebenarnya bisa saja kalau saya memakai cara praktis dengan menggunakan jasa profesional terkait spss untuk mengulang olah data saya. Tapi yeah, jiwa idealis saya ternyata menolaknya. Dalam hati saya berpikir, apa gunanya saya menghabiskan waktu sangat lama untuk mengerjakan skripsi ini jika pada akhirnya saya tetap tidak paham dengan apa yang saya kerjakan. Sudah nggarapnya lama ya at least paham lah dengan apa yang dikerjakan so I won't be a total looser  ^^' 

Nah, dari situ saya bertanya dan minta bantuan sana-sini. Mulai dari minta bantuan adik binaan (dan beliau sudah lulus :D ), dan ketika si adik binaan ini bingung, beliau minta tolong temannya yang dianggap ahli soal statistik/spss ini untuk membantu saya. Subhanallah, walaupun baru pertama kali kenal dengan kawannya itu, beliau dengan sabar dan baik hati membantu tanpa menanyakan kenapa saya yang kakak tingkatnya ini masih berkutat dengan skripsi. Ga cuma itu, dia juga menawarkan nomer kontaknya pada saya supaya saya bisa menghubungi beliau sewaktu-waktu jika butuh bantuan tanpa perlu perantara adik binaan saya tadi. Selain belajar ke beliau (yang sefakultas dengan saya), saya juga bertekad untuk mempelajari statistik dan spss langsung dari anak statistik. Maka bergurulah saya pada seorang mahasiswi statistik yang sangat luar biasa. Kenapa luar biasa? Karena beliau sendiri masih berkutat dengan skripsinya, tapi selalu mempunyai waktu untuk dengan sabar mengajarkan ilmu-ilmunya pada saya. Dari situ kami mengulang lagi pengolahan data saya dan alhamdulillah kali ini hasilnya tidak ganjil lagi dan saya paham dengan apa makna dibalik angka-angka itu.

Beberapa paragraf di atas tadi adalah prolog dari isi judul saya :D Jadi, malam ini saya kembali berguru ke tempat anak statistik tadi karena ketika seharian nggarap di perpus tadi ada beberapa hal yang membuat saya bingung dan perlu penjelasan. Di tengah sesi pelajaran statistika dan spss ini, tiba-tiba handphone saya berdering, dan yang menelpon adalah bapak saya. Agak kaget, karena selama ini bapak saya jarang menelpon saya. Biasanya ibu yang menelpon dan setelah ngobrol dengan ibu, telpon dioper ke bapak.  

Kurang lebih begini cuplikan pembicaraan kami tadi di telpon :

Saya : assalamu'alaykum bapak..
Bapak : wa'alaykumsalam... Alhamdulillah bisa denger suara nduk'e, ditelpon sering susah (karena saya seringnya berada di area susah sinyal).
Saya  : hehehehehe (ketawa sambil ngerasa bersalah karena kayaknya kok durhaka banget jadi anak sampai orang tuanya kesulitan menghubungi)
Bapak : Lagi dimana? Di kos? Atau lagi ngisi liqo? Atau dimana?
Saya : lagi belajar di kos temen pak..
Bapak : belajar apa?
Saya : belajar statistik
Bapak : lho, kok belajar statistik?
Saya : iya, kan skripsi Nunung pakai satatistik..
Bapak : Oalah.... Soal skripsi, kemarin memperpanjangnya 1 semester bukan?
Saya : iya..
Bapak : deadline 1 semesternya itu kapan?
Saya : 31 Januari
Bapak : kira-kira bisa ga selesai sesuai deadline itu?
Saya : insyaa Allaah..... bantu do'a ya pak...
Bapak : Bapak insyaa Allaah mendo'akan terus tanpa perlu diminta...   Selama ini kan Nunung udah dapet banyak banget nikmat dari Allah, yang ga terhitung jumlahnya... Bisa jadi lulus agak lebih lama dari yang lain ini bentuk ujian Allah untuk Nunung..... Jadi yang sabar ya nduk, jangan lupa sama nikmat Allah yang banyak itu. Tiap orang punya ujiannya masing-masing.
Saya : *mata berkaca-kaca*
Bapak : Lagian Nunung di situ kan ga cuma untuk belajar psikologi..... Tapi juga belajar ilmu kehidupan.... Dan yang paling utama ya belajar agama... Ilmu agama itu yang paling penting dan harus diutamakan... Insyaa Allah banyak yang bisa Nunung pelajari selain ilmu di perkuliahan..
Saya : *mulai mbrebes*
Bapak : jadi jalani aja semuanya dengan sabar & tawakal... Bapak bantu dengan do'a... 
Saya ; insyaa Allaah pak..
Bapak : udah dulu ya, Nunung lanjutkan aja belajarnya.....Assalamu'alaykum..
Saya : wa'alaykumsalam...

Masya Allah.... Setelah mendengar wejangan bapak tadi, rasanya bener-bener adeeeeemmmm banget.  Saya yakin banyak orang yang juga perhatian pada saya... Tapi sangat sedikit yang asertif dalam menunjukkan perhatiannya... Bapak sudah mengenal saya sejak dilahirkan, jadi memang tidak heran kalau bapak tau bagaimana cara memotivasi saya tanpa menghakimi.. 

Sejak awal kuliah, berkali-kali orang tua  saya menegaskan kalau mereka menyekolahkan saya supaya saya memperoleh ilmu, bukan supaya saya bisa mendapat pekerjaan dengan gaji tinggi. Karena kewajiban orang tua adalah memberi bekal ilmu pada anak-anaknya supaya kelak bisa memberi manfaat pada banyak orang. Insyaa Allaah orang tua saya tidak pernah silau dengan gelar ataupun jabatan, karena semua itu hanya bersifat fana. 
Maka mari luruskan niat, karena apa kamu menyelesaikan kuliahmu?

Bener kata bapak, selama ini sungguh banyak nikmat yang sudah saya dapatkan. Dan bagi saya, salah satu nikmat terbesar saya adalah memiliki orang tua yang luar biasa. Dengan orang tua yang sangat luar biasa seperti ini, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Semoga Allah senantiasa memberi nikmat sehat, iman, dan taqwa untuk bapak ibu..


Tulisan ini saya persembahkan untuk orang-orang luar biasa di sekeliling saya, yang selalu menjadi supporter saya entah bagaimana pun bentuk supportnya... Semoga Allah membalas kebaikan kalian :) dan untuk kawan-kawan yang juga sedang berjuang :)


Sleman, 8 Desember 2014






The Special One







Sebenarnya sudah lama sekali saya ingin menulis tentangnya.. Tepatnya sejak awal saya diamanahi untuk mendampinginya. Saya ingin membuat catatan rutin perkembangannya, namun ternyata niat itu tak terlaksanakan... Jadilah sekarang saya tuliskan versi ringkasannya.


Namanya adalah Ghina. Dia adalah sepupu saya dari pihak ibu. Sebagai anak tunggal, bisa dibilang sejak lahir dia tidak pernah terpisah dari orang tuanya. Lantas di mana spesial-nya? Dia spesial karena dia memiliki cara berkomunikasi yang berbeda dari orang kebanyakan :)  Ya, dia tuli sejak kecil. Sayangnya kondisi ini tidak terdeteksi sejak dini sehingga bisa diberi penanganan yang khusus. Kombinasi antara dia yang tidak bergaul dengan orang lain selain orang tuanya dan teman-temannya di sekolah yang mayoritas adalah anak autis, jadilah pada usia 12 tahun dia masih memiliki kesulitan dalam mengekspresikan maksudnya. Dia tidak bisa berbicara, dan juga tidak bisa bahasa isyarat (yang resmi diajarkan di SLB B). Mungkin itu juga alasan kenapa dia hanya mau berinteraksi dengan orang tuanya.

Singkat kata, orang tuanya sadar bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus. Ghina tidak akan pernah bisa mandiri bila dia tidak pernah bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Belum lagi kebiasaan tantrumnya bila punya keinginan yang tidak dipenuhi. Maka dari itu walaupun tidak tega, orang tua Ghina memutuskan untuk menyekolahkan Ghina di sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, yaitu SLB (B). Upaya yang mereka lakukan sungguh tidak setengah-setengah. Satu semester sebelum kelulusan SD Ghina sudah diajak terbang ke Pulau Jawa untuk mensurvei sekolah yang kira-kira cocok untuknya. Akhirnya mereka memutuskan Ghina bersekolah di SLB di Sleman, DIY.

Itulah awal mulanya saya diamanahi untuk menjadi wali Ghina di daerah rantauan ini. Tentu saja di awal saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya tidak pernah memiliki adik, jadi tidak tau bagaimana cara memperlakukan seorang adik. Saya juga tidak mempunyai saudara perempuan, jadi saya juga bingung bagaimana cara memperlakukan saudara perempuan. Kecanggungan itu disempurnakan dengan saya tidak tau bagaimana cara berkomunikasi dengan anak tuna rungu yang cukup sulit untuk diajak fokus pada lawan bicara.  

Masa-masa awal perkenalan kami sungguh lumayan sulit. Ghina sulit untuk saya ajak kontak mata dan hanya diam tanpa ekspresi. Itulah saat dimana saya ingin mulai menulis 'Jurnal Perkembangan Ghina'. Saat itu saya bertekad untuk membangun trust Ghina kepada saya... Agar dia tidak lagi diam tanpa ekspresi.

Itu kisah setahun yang lalu. Alhamdulillah sekarang hubungan kami sudah mengalami banyak kemajuan. Ghina juga sudah mengalami banyak kemajuan. Satu poin penting dalam menangani anak berkebutuhan khusus, kita tidak bisa menyamakan parameter perkembangan setiap anak. Hal-hal yang biasa saja bagi orang lain, bisa jadi sangat luar biasa bagi anak berkebutuhan khusus.

Ghina yang sekarang sudah bisa saya paksa untuk fokus melihat mata saya ketika saya ajak berkomunikasi. Oke, dia memang masih belum bisa bahasa isyarat ataupun membaca gerak bibir. Dia juga belum terlalu paham arti kata-kata dalam bentuk tulis. Tapi well, dengan kontak mata ini at least kami cukup bisa menyampaikan maksud kami satu sama lain, dengan dibantu bahasa isyarat acak-acakan ala Tarzan :D Ghina yang sekarang juga sudah cukup bisa dikendalikan emosinya, tidak gampang tantrum bila keinginannya tidak terpenuhi saat itu juga. Dia juga sudah bisa mencuci baju sendiri :D Dan yang paling membuat saya bahagia adalah dia sudah mau mengekspresikan afeksinya pada saya, entah itu dengan memeluk atau bercanda. Bagi orang lain mungkin itu tidak dianggap sebagai capaian yang luar biasa. tapi bagi saya itu sudah one step ahead dari Ghina yang pertama kali saya kenal.

Banyak pengalaman-pengalaman unik yang saya alami bersamanya. Tantangan yang paling terasa adalah ketika saya harus mengantarkannya pulang ke Samarinda ketika liburan kenaikan kelas beberapa bulan yang lalu. Pertama-tama saya harus berjuang untuk memahamkan dia bahwa kami akan melakukan perjalanan pulang ke rumahnya. Saya bahkan sudah menyiapkan surat pengantar dari pihak sekolah yang menjelaskan bahwa dia anak berkebutuhan khusus. Saya khawatir petugas di bandara mencurigai saya sebagai penculik anak di bawah umur. Karena Ghina belum memiliki KTP dan dia tidak akan bisa menjawab jika ada petugas yang menanyainya. So, lebih baik bersiap dengan kemungkinan terburuk :D Ketika di ruang tunggu bandara pun saya harus berkali-kali meminta maaf dan memberi penjelasan pada orang-orang yang berniat baik dengan mengajak ngobrol Ghina dan kebingungan ketika orang yang diajak bicara hanya menatap diam tanpa ekspresi. Dan ketika saya jelaskan bahwa Ghina tuna rungu, kebanyakan dari mereka langsung jadi awkward, bingung bagaimana harus memperlakukan Ghina. Yah, begitulah potret masyarakat kita,masih canggung dan bingung dalam berinteraksi dengan orang-orang berkebutuhan khusus.

Sekarang saya sangat bersyukur karena diberi kesempatan untuk mengenal seorang Ghina. Dia membuat saya bisa lebih mempersiapkan mental jika kelak saya menjadi orang tua. Oke, saya yakin semua orang berharap memiliki keturunan yang semua inderanya bisa berfungsi dengan normal. Tapi di sisi lain kita juga harus siap dengan seperti apapun anak yang diamanahkan Allah pada kita. Bisa jadi kita diamanahi seorang anak yang berkebutuhan khusus. Banyak orang tua yang tidak mau menerima kenyataan bahwa anaknya berkebutuhan khusus, dan itu hanya akan memperlambat perkembangan anak mereka. Ada juga yang menyembunyikan anak mereka di rumah karena dianggap sebagai aib. Padahal semua anak pastilah ciptaan sempurna dari Allah :) Tugas sebagai orang tua adalah menjaga amanah ini sebaik-baiknya, sesuai dengan kebutuhan mereka :)