RSS

Sudahkah Kita menjadi 'Guru'?? -1,5 jam bersama ustadz Herry Nurdi-



Alhamdulillah, hari Sabtu tanggal 21 April kemarin  teman-teman UGM kembali berkesempatan untuk bertemu dengan ustadz Herry Nurdi (ex pimred Sabili). Setelah mengisi acara di masjid Mardliyyah di pagi hari, siang harinya beliau menyempatkan diri untuk makan siang sekaligus sharing bersama beberapa perwakilan  PKP AAI UGM dan DP DK.

Tema utama dari diskusi nini adalah tentang membina. Diawali dengan penyampaian dari ust Herry Nurdi tentang Lima Fungsi Guru, yaitu: 
  1. .  Mu’alim, yaitu orang yang mengajarkan ilmu. Perlu kita ingat lagi, ilmu yang palin berguna adalah ilmu agama.
1   2.      Mudarris, yaitu menjadikan sesuatu yang baru. Maksud beliau adalah bagaimana seorang guru bisa ‘memperbaharui’ muridnya. Misal memperbaharui dalam hal perspektif ataupun gaya hidup. Karena ketika seseorang mendapatkan ilmu, ia akan berhijrah dari orang yang tidak  tahu menjadi orang yang tahu, dan pengetahuan yang baru itulah yang perlu diamalkan dalam perbuatan.

3   3.    Muaddib, yakni bagaimana seorang guru harus bisa mengajarkan adab pada murid.  Muliakanlah muridmu, dan perbaiki adab mereka. Jangan pernah merasa murid adalah bawahan, dan jangan juga merasa lebih tahu dari murid kita.

Adab perlu diperbaiki, agar ilmu yang diperoleh mendapat keberkahan dari Allah. Dalam masalah adab ini, seorang guru harus memperbaiki adabnya sendiri dan kemudian memperbaiki adab muridnya.
4  4.   Mursyid, yaitu menjadi pembimbing. Bagaimana seorang guru harus bisa membimbing dan menjadi teladan bagi muridnya, terutama dalam hal ibadah.

5  5.   Murobbi. Penjelasan ustadz Herry Nurdi tentang makna murobbi sangatlah sederhana, namun juga sangat berat. Murobbi adalah orang yang membantu muridnya agar bisa mendekatkan diri pada Allah.



Itu tadi 5 fungsi guru yang disampaikan oleh ustadz Herry Nurdi. Selanjutnya siang itu dilanjutkan dengan diskusi santai dan sharing permasalahan yang ada seputar menjadi ‘guru’.
Beliau juga menjelaskan bahwa kerja guru itu 30% di kelas dan 70% sisanya di luar kelas untuk memperbaiki lingkungan dan masyarakat, karena pendekatan kultural harus dilakukan di luar kelas. Dari situ kita bisa menangkap bahwa porsi peran kultural jauh lebih besar daripada porsi untuk peran formal.

Ustadz Herry sangat menyarankan untuk  menjadikan Rasulullah dan para sahabat sebagai  subjek yang dijadikan contoh dalam pembelajaran. Banyak hal kekinian yang sebenarnya bisa dicari solusinya dengan kita memahami shiroh.

Terkadang sebagai guru kita dituntut untuk mengkombinasikan idealita dengan realita. Misal ketika kita menjadi guru untuk waktu yang dibatasi (co: aai yang cuma 1 semester), dan bingung dalam waktu yang singkat itu harus mengutamakan kesadaran, atau pengetahuan, atau amal. Kesadaran sangat penting, karena ketika sesorang melakukan sesuatu karena kesadaran, peluang untuk istiqomah akan lebih besar. Pengetahuan juga penting, karena kita tau pentingnya ilmu qobla amal. Amal juga tidak kalah penting, karena apa artinya ilmu ketika itu tidak diamalkan. Ketika kita dibingungkan tentangyang mana yang lebih prioritas, ustadz Herry mengatakan “yang utama adalah sentuh hatinya’. Karena kita tidak akan pernah tahu apa yang benar-benar mereka butuhkan, ketika kita tidak bisa menyentuh hati mereka. Ingat, manusia bukan robot, dan tiap manusia memiliki keunikannya masing-masing.  Ketika seorang guru tidak memahami  kebutuhan muridnya, jangan harap target pendidikan bisa tercapai. Dalam mengajarkan sesuatu, paling efektif adalah dengan memberi contoh. Karena rasulullah memang lebih sering memberikan keteladanan daripada sekedar perkataan.  Ketika hanya berupa perkataan, bisa jadi hanya masuk telinga kiri dan keluar lagi lewat telinga satunya. Usta Herry mengisahkan salah satu kejadian dimana rasulullah mengajarkantentang larangan ghibah. Untuk maroji’ kisah ini, bisa ditanyakan langsung ke ustadz herry Nurdi ^^. Kisahnya adalah sebagai berikut: Suatu hari, ada seseorang yang menggunjing saudaranya. Dan diketahui oleh Rasulullah. Lalu Rasulullah  mengajak orang tadi untuk jalan-jalan. Di tengah jalan, mereka menemukan bangkai, dan kemudian Rasulullah  menyuruh orang tadi untuk memakan bangkai itu. Jelas saja orang tadi menolak. Setelah itu barulah raulullah menjelaskan dalil tentang larangan ghibah.“Janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (al-Hujurat: 12).


Selanjutnya, ada lagi  hal kontemporer yang menjadi tantangan pada masa kini, yaitu bagaiman orang sering kali memilih untuk belajar (hanya) dari buku atau internet. Bahkan tidak bisa dipungkiri kita sering kali mencari suatu jawaban dari mbah Gooogle. Untuk hal ini, ustadz Herry dengan sederhana menjelaskan bahwa kita bisa belajar pengetahuan dari buku dan internet, tapi kita tidak bisa belajar kebijaksanaan dari sana. Karena kebijaksanaan hanya  bisa diajarkan oleh seorang guru. Hikmah lebih penting dari ilmu, karena ada banyak orang yang memiliki ilmu tapi tidak bisa menangkap hikmah. 


Hal yang sering lupa dilakukan oleh seorang guru adalah memuji muridnya. Siang itu ustadz herry Nurdi melakukan satu eksperimen pada kami. Pertama kami diminta menyebutkan dengan cepat celaan yang sering digunakan guru pada muridnya. Setelah itu kami diminta dengan cepat menyebutkan pujian yang biasa diberikan guru. Hasil dari percobaan ini adalah ternyata jumlah celaan yang berhasil kami kumpulkan lebih banyak daripada jumlah pujian. Astaghfirullah..... perlu banyak instropeksi diri.
Salah satu kendala dalam dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana menumbuhkan motivasi guru. Untuk menjawab itu, ustadz Herry  menyebutkan 3 tipe guru: 1. Guru nyasar, yaitu orang yang menjadi guru karena tidak memiliki pilihan lain.
2. Guru bayar, yakni orang yang menjadi guru dengan motivasi untuk mendapatkan   bayaran.

3. Guru sadar, adalah orang yang memutuskan untuk menjadi guru karena kesadaran untuk membina.


Termasuk yang manakah kita? Salah satu dari kami menyampaikan celetukannya “yang jelas kami bukan guru bayar, karena tidak ada yang dibayar” (senyum).
yang jelas, guru itu profesi pilihan, karena tidak semua orang memiliki ‘panggilan’ untuk menjadi guru.


Pertemuan siang itu diakhiri dengan penekanan dari ustadz Herry tentang bagaimana kita harus terpercaya al amin) sebelum kita berdakwah. Muhammad mendapat julukan itu sebebelum diangkat menjadi Rasul. Kepercayaan ini sangat penting, karena ketika seseorang sudah menaruh kepercayaan, mereka akan mendengarkan apa yang kita ucapkan dan meniru apa yang kita lakukan. Ustadz Herry sempat menyampaikan tentang diplomasi media makan, dan beliau membuktikan bahwa media makan ini sangat efektif (senyum).  Dan ingat, hilangkan paradigma bahwa dakwah adalah ceramah! Jadi kita harus bisa banyak berinovasi agar orang lain bisa menangkap hilmah (senyum).



Jadi, sudahkah kita menjadi seorang 'guru'?? (senyum lagi)

Jogja, 23 April 2012
-menuangkan pikiran  ke dalam bentuk tulisan sambil menanti motor selesai diservis di sebuah bengkel-




0 comments:

Post a Comment