RSS

Kemanakah Tempatku Berlabuh?




Pesan seorang sahabat kepadaku :"berkeliling2lah dlu, tapi jangan lupa berlabuh ya ..."

Ketika menerima pesan itu, aku terdiam. Bahkan sampai tulisan ini dibuat pun aku belum memberikan respon kepada sahabatku tadi. Respon apakah yang harus kuberikan? Karena jujur, bagiku pesan tadi bermakna sangat dalam dan aku masih terus memikirkan apa maksud 'berlabuh' di sini.

Sahabatku ini adalah partner perjuanganku dulu di daerah asal kami. Saat itu kami sering bertukar pikiran dan memiliki mimpi besar akan apa saja yang bisa kami lakukan untuk daerah kami. Namun takdir berkata lain, karena aku harus pergi untuk merantau. Meskipun begitu, di awal masa rantauanku, kami masih sering bertukar ide dan mimpi. Tapi perlaahan-lahan pembicaraan terkait mimpi-mimpi kami tadi semakin berkurang dan akhirnya berhenti. 

Sungguh aku merindukan saat-saat itu.... dan bisa jadi sahabatku tadi juga merindukan diriku yang dulu, yang memiliki banyak mimpi ideal untuk tanah kelahiran kami. Maafkanlah aku yang mungkin sudah tersibukkan dengan duniaku yang sekarang sehingga melupakan mimpi-mimpi kita dulu..

dan aku jadi berpikir, apakah mungkin yang dimaksud 'berlabuh' tadi adalah kembali ke daerah asalku? Aku sering kagum sekaligus heran dengan teman-temanku di tanah rantauan yang sejak awal merantau sudah berkeinginan keras untuk nantinya bisa kembali ke daerah asal. Sedangkan aku, sejak pertama kali mengembangkan sayap dan meninggalkan kenyamanan sarangku, tidak pernah berpikir untuk nantinya harus kembali ke sarang. Bukan berarti aku tidak mencintai tanah kelahiranku, karena aku sangat mencintai tempatku dilahirkan dan dibesarkan itu. Hanya saja aku dibesarkan dalam keluarga yang bebas untuk mengepakkan sayap dan membuat sarang dimana pun, karena bumi Allah ini sangatlah luas.. Jadi bila yang sahabatku maksud dengan berlabuh tadi adalah tentang terbang kembali ke sarang, sungguh saat ini aku belum bisa menjawab. Bisa jadi nanti hembusan angin kan membawaku ke sarang lamaku, atau bisa juga mengantarkanku ke tempat yang baru dimana aku bisa membuat sarangku sendiri.

Meskipun begitu, terima kasih karena telah membuatku berpikir dimanakah aku akan menurunkan jangkar untuk berlabuh :)





This post is dedicated for my dear friend and sister, mba Ayuk :) Miss u so much... Ana uhibbuki fillah... Entah apakah nanti kita akan dipertemukan kembali di sarang yang sama atau tidak, tapi yang jelas aku sungguh berharap kelak kita bisa dipertemukan di jannah-Nya :)




Dan Tentang Seseorang




Dan tentang seseorang...
Entah kapan pertama kali aku mengenalnya.. Yang jelas, aku mulai menganggapnya sebagai teman adalah ketika aku berteman dengan salah 1 orang yang tinggal serumah dengannya. Ketika itu pun sebenarnya aku tidak terlalu peduli pada sosok yang satu ini. Namun beberapa kali temanku tadi harus pergi ke luar kota dan memintaku untuk memastikan teman serumahnya baik-baik saja.. Ya... sepertinya sejak itulah aku mulai berteman dengannya..


Sebetulnya kami adalah 2 orang manusia yang bisa dibilang bertolak belakang.. Ah... tidak perlu kusebutkan kami bertolak belakang dalam hal apa saja.... Namun di sisi lain kami juga punya kesamaan, salah satunya adalah kami sama-sama tidak terlalu peduli dengan segala perbedaan tadi :D


Selain mengenalnya, aku juga mulai mengenal keluarganya... Mulai dari adiknya yang sebetulnya tidak pernah kutemui, tapi aku merasa sudah mengenalnya karena sering mendapat cerita tentangnya... Begitu juga dengan ayahnya, yang mengatakan aku mirip  L*na M*ya ^^'  Lalu ibunya, yang mengatakan aku mirip dengan putri beliau(orang yang jadi topik pembahasan di tulisan ini), sehingga lalu kalau pendapat ayah dan ibunya digabung, berarti temanku ini juga mirip L*na M*ya ^^' Belum lagi mbahnya yang tinggal di Gedongkuning, yang putra beliau sering kurepoti untuk urusan si Deka... dan mbahnya yang tinggal di dekat Tugu yang tadi berpesan pada saya untuk sering-sering menjenguk beliau, terutama ketika cucu beliau(teman saya ini) sudah tidak di Jogja lagi. Bukan cuma kenal keluarga. Dia mengenal dan berteman dengan teman-teman kosku, dan aku juga mengenal dan berteman dengan teman-teman kosnya. 



Ya... itulah indahnya ukhuwah... kami bisa (berusaha untuk) saling melengkapi satu sama lain.. Bisa mengandalkan satu sama lain... Bisa saling meminjam satu sama lain...  Bisa menjadi 'tong sampah' satu sama lain...  Saling memberi hadiah.... dan bisa tiba-tiba datang ke rumah satu sama lain tanpa pemberitahuan sebelumnya ^^ Bisa dibilang aku dan dia sudah saling tau kekurangan satu sama lain dan kami sudah sampai pada tahap berlapang dada atas kekurangan satu sama lain :D

Begitulah ukhuwah... Kami tidak mencari kesempurnaan dalam sosok seseorang, tapi kami berusaha untuk bisa saling menyempurnakan satu sama lain :)


Selamat menempuh hidup baru wahai kawanku... Selamat menjalani fase hidup selanjutnya... Semoga bisa selalu menebar manfaat dan keberkahan dimanapun kau berada :)



Allahumma innaka ta'lamu anna hadzihil qulub,

qadijtama-at 'alaa mahabbatik,
wal taqat 'alaa tha'atik,
wa tawahhadat 'alaa da'watik,
wa ta ahadat ala nashrati syari'atik.
Fa watsiqillahumma rabithataha,
wa adim wuddaha,
wahdiha subuulaha,
wamla'ha binuurikal ladzi laa yakhbu,
wasy-syrah shuduroha bi faidil imaanibik,
wa jami' lit-tawakkuli 'alaik,
wa ahyiha bi ma'rifatik,
wa amitha 'alaa syahaadati fii sabiilik...
Innaka ni'mal maula wa ni'man nashiir.


Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya hati-hati kami ini,
telah berkumpul karena cinta-Mu,

dan berjumpa dalam ketaatan pada-Mu,
dan bersatu dalam dakwah-Mu,
dan berpadu dalam membela syariat-Mu.
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya,
dan kekalkanlah cintanya,
dan tunjukkanlah jalannya,
dan penuhilah ia dengan cahaya yang tiada redup,
dan lapangkanlah dada-dada dengan iman yang berlimpah kepada-Mu,
dan indahnya takwa kepada-Mu,
dan hidupkan ia dengan ma'rifat-Mu,
dan matikan ia dalam syahid di jalan-Mu.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.

Hutang yang Tak Akan Pernah Lunas Terbayar



Bulan lalu aku pulang ke kampung halaman... Yang rencana awal cuma 3 hari, molor jadi 3 pekan di rumah gara-gara sakit. Selama 3 pekan itu aku lebih banyak bedrest dan bahkan banyak tetangga yang tidak tahu kalau aku ada di rumah.

Ketika  terkapar itu, air mataku sering tak terbendung... Aku menangis bukan karena rasa sakit... Bukan pula kerena kesusahan... Air mata itu mengalir karena perlakuan orang tuaku.. 

Di pagi hari orang tuaku akan mengecek ke kamar tidurku, untuk memeriksa apakah panasku masih tinggi... Selain untuk mengecek, orang tuaku datang untuk membangunkanku supaya makan.. Bapak dan ibu akan berupaya membuatkan makanan yang kusuka... Ketika tubuhku menolak makanan itu, aku dibuatkan bubur yang lebih mudah dicerna... Kadang aku juga dibangunkan untuk meminum jamu yang dibuatkan oleh bapak.. Dan ketika meminum jamu itu lagi-lagi air mataku tak terbendung... Mungkin bapak mengira aku menangis karena rasa jamu yang pahit sehingga bapak bilang "ditambah lagi aja madunya biar ga pahit". Padahal aku menangis karena malu, karena ketika orang tuaku sakit, aku tidak pernah berbuat sejauh ini..

Sungguh tak terhitung hal-hal yang dilakukan dan diberikan oleh orang tuaku selama kurun waktu 3 pekan itu... Mulai dari merawatku, menyediakan segala kebutuhanku, dan tidak pernah berhenti menanyakan aku ingin apa... Padahal sekarang aku sudah bukan anak kecil lagi, dan mereka sudah tidak muda lagi... Meskipun begitu tanpa ragu-ragu mereka akan berusaha memenuhi segala kebutuhanku tanpa diminta. 

Ketika aku berpamitan untuk kembali ke tanah rantauan, bapak ibu memeluk dan menciumku sembari meminta maaf kalau selama aku di rumah tidak bisa memenuhi semua pengharapanku dan minta maaf atas segala kekurangan&kekhilafan sebagai orang tua. Untunglah ketika berpamitan itu hari sudah larut dan penerangan sangat minim, karena saat mendengar permintaan maaf orang tuaku itu aku sama sekali tidak bisa menahan air mata dan aku tidak ingin mereka melihatku menangis... Karena aku tau, mereka akan jauh lebih sedih ketika mengetahui anaknya menangis.. Bapak ibuku yang sudah berbuat banyak untukku, masih meminta maaf karena merasa masih ada kekurangan.... Sedangkan aku yang belum berbuat apa-apa untuk mereka ini, rasanya masih sangat berat untuk meminta maaf. Karena kalau harus jujur, banyak sekali kekuranganku sebagai anak...

Penggalan cerita di atas hanyalah 3 pekan. Dalam 3 pekan itu mereka sudah memberikan banyak hal yang tidak sanggup aku balas..... Apalagi kalau aku menghitung apa yang sudah mereka berikan seumur hidupku... Jangankan membalas mereka, menghitung pemberian mereka pun aku tidak mungkin bisa, karena banyaknya tak terhingga... Dan ketika aku mengingat-ingat  lagi apa saja yang sudah kulakukan untuk orang tuaku, sungguh belum ada apa-apanya. Jadi sepertinya aku tidak akan pernah bisa menyaingi pemberian mereka...  Salah satu  hal yang sangat kukagumi dari orang tuaku adalah mereka selalu 'memberi' ke anak-anak mereka tanpa menuntut balasan apapun. Tidak pernah mereka meminta ini itu atau menuntut supaya kami melakukan ini itu. Keinginan mereka hanya 1, yaitu ingin kami menjadi anak yang sholih dan sholihah dan bermanfaat bagi orang lain.


Ketika aku mengingat kematian dan sadar bahwa Allah bisa mengambil nyawa kami kapan saja, aku merasa tidak akan pernah bisa 'melunasi' pemberian orang tuaku ketika ajal tiba. Entah akan lebih dulu ajal orang tuaku, atau lebih dulu ajalku. Jadi janganlah kita pernah menunda untuk berbakti pada orang tua, selagi belum terlambat. 

Semoga kami(aku dan saudara-saudaraku) bisa menjadi anak-anak yang sholih-sholihah, agar harapan&do'a bapak ibu bisa terwujud. Aaamiin...



“Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak”.
—(QS. An-Nisa’:36)
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".”
—(QS. Al Isra’:23-24)

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.”
—(QS. Luqman: 14)

“Katakan: Marilah kubacakan apa yang telah diharamkan kepada kalian oleh Rabb kalian yaitu janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”
—(Al-An’am: 151)


Ketika Cinta Datang


Oke, daripada nanti jadi ada perbedaan persepsi terkait definisi cinta yang dimaksud di sini, saya perjelas maksud dari cinta yang akan saya bahas adalah cinta antara lawan jenis....

Kata orang, mencintai itu adalah fitrah manusia... Termasuk cinta terhadap lawan jenis... bahkan ada yang bilang kalau seorang laki-laki atau perempuan tidak pernah jatuh cinta, justru itu tidak normal..

Benarkah begitu? Lalu apakah saya tidak normal?
Jalaluddin Rumi mengatakan:
Cinta letaknya di hati. Meskipun tersembunyi, namun getarannya tampak sekali. Ia mampu mempengaruhi pikiran sekaligus mengendalikan tindakan. Sungguh, Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Cintalah yang mampu melunakkan besi, menghancurkan batu karang, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin.

Bila seperti itu definisi cinta,  berarti ya, saya memang belum pernah jatuh cinta kepada lawan jenis. Ketika orang yang jatuh cinta berarti ia rela mengorbankan dan melupakan segalanya demi cinta, berarti ya, saya yakin saya belum pernah jatuh cinta.

Jadi memang benar kalau saya tidak normal? Sebagaimana perkembangan manusia, saya pun pernah mengalami masa puber. Jadi ya, tentu saja saya pernah naksir lawan jenis, karena itu bagian dari perkembangan dari fase anak-anak. Namun apakah taksir menaksir itu sudah pasti karena cinta? I don’t think so..  Karena saya merasa alasan saya naksir seseorang lebih karena rasa kagum, bukan cinta. Kenapa saya bisa yakin? Karena bila cinta adalah tentang perasaan, yang pernah saya alami adalah perasaan saya tidak pernah mengalahkan logika.
 Ingin tau buktinya?

Buktinya adalah selama fase ABG itu saya sama sekali tidak pernah pacaran. Saat itu saya memilih untuk tidak pacaran karena beberapa alasan:
  1. Keluarga tidak memperbolehkan. Dan menurut saya ini adalah alasan yang lemah, karena walaupun keluarga melarang, kalau saya mau, peluang untuk pacaran tanpa sepengetahuan mereka sangatlah besar.
  2. Karena di lingkungan saya dulu, cenderung identik dengan hubungan seksual. Walaupun masih pelajar, hal itu bukanlah hal yang tidak lazim di lingkungan saya saat itu. Jadi ketika berpacaran, ya harus siap untuk bersedia melakukan hubungan seksual. Oke, bisa jadi saya terlalu menggeneralisasi, tapi ketika kita berada di lingkungan yang mana aktivitas seksual teman sudah menjadi bahan pembicaraan yang biasa, mau tidak mau kita akan berpikir bahwa itu sudah menjadi hal yang lumrah. Walaupun saat itu pengetahuan agama saya sangat dangkal(bukan berarti saat ini sudah dalam lho ya), saya tetap meyakini bahwa hubungan seksual sebelum menikah itu adalah dosa besar. Jadi saya tidak mau coba-coba melakukan sesuatu(pacaran-red) yang saya tau arahnya akan kesana. Dan alhamdulillah teman-teman saya menghargai prinsip saya itu, dan tidak ada yang berpikir ‘kalau ga pacaran berarti ga gaul. Dan walaupun tidak banyak, saya masih memiliki komunitas teman yang memang memilih untuk tidak berpacaran, walaupun alasannya memang bukan karena ideologi agama.
  3. Karena teman laki-laki di lingkup pergaulan saya kebanyakan adalah berbeda agama dengan saya. Dan seandainya pun saya menemukan pacar yang sama-sama sepakat bahwa hubungan seksual sebelum nikah itu tidak boleh, tapi bila kami beda agama tetap tidak akan ada masa depan untuk kami. Karena dalam budaya di daerah kami, bila calon suami dan istri beda agama, si perempuan lah yang mengalah dan mengikuti agama suaminya. Dan hal itu banyak terjadi. Jadi walaupun saat itu saya sama sekali tidak bisa dibilang religius, saya tetap meyakini bahwa pantang berpindah agama. So kenapa harus pacaran dengan seseorang yang kita tahu di akhir nanti akan mengalami sad ending?!
Ketiga hal di atas inilah yang menjadi alasan saya memilih untuk tidak berpacaran. Saat itu bahkan saya belum tahu kalau dalam Islam bukan hanya melarang zina, tapi mendekati zina pun tidak boleh. Dan walaupun di Qur’an tidak ada ayat yang jelas-jelas mengatakan ‘dilarang pacaran’, sekarang akhirnya saya paham bahwa pacaran itu merupakan salah satu tahapan mendekati zina. Saya bersyukur 3 alasan saya tadi bisa membuat saya untuk istiqomah memilih untuk tidak pacaran :-). Dan saya juga bersyukur saat itu tidak pernah jatuh cinta seperti yang digambarkan Jalaluddin Rumi tadi, karena bila iya, bisa jadi ketiga alasan saya tadi hilang ditiup angin hanya karena demi ‘cinta’.

Lalu apakah saya tidak ingin jatuh cinta? Tentu saja saya ingin jatuh cinta.... dan terlintas harapan-harapan ketika nanti cinta itu datang...

Ketika cinta datang, aku tidak ingin cinta yang membutakan... Kebutaan yang membuatku melihat kebaikan sebagai keburukan dan keburukan sebagai kebaikan. Aku ingin cinta yang membuat penglihatanku semakin jernih, jernih untuk melihat cinta yang haqiqi...

Ketika cinta datang, aku ingin datangnya di waktu yang tepat, yaitu ketika sudah ada ikatan yang membuat cinta ini mendatangkan pahala, bukan justru mendatangkan dosa..

Ketika cinta datang, aku ingin cintaku padanya tidak sampai melebihi cintaku pada-Nya, dan jangan sampai cintanya padaku melebihi cintanya pada-Nya....


Bagi saudara-saudara seiman yang menanti datangnya cinta, bersabarlah menunggu... Karena yakinlah, tiap manusia sudah digoreskan nama orang yang  menjadi cinta-nya...
Dan ketika cinta itu telah datang, buatlah agar cinta itu bisa semakin mengeratkan hubungan dengan-Nya. Jadi jagalah dirimu hingga cinta itu datang :)

Sebagai penutup, saya sisipkan 1 puisi indah



Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.

Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu

Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu,agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu.

Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu.

Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu, rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.


Ya Allah, jika aku rindu, jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu.


Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu, janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhirmu.

Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu.

Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu, jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.

Ya Allah Engkau mengetahui bahawa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-MU, telah berpadu dalam membela syariat-Mu.

Kukuhkanlah Ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya.
Tunjukilah jalan-jalannya.
Penuhilah hati-hati ini dengan Nur-Mu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.

(As-Syahid Sayyid Qutb)