RSS

Sudahkah Kita menjadi 'Guru'?? -1,5 jam bersama ustadz Herry Nurdi-



Alhamdulillah, hari Sabtu tanggal 21 April kemarin  teman-teman UGM kembali berkesempatan untuk bertemu dengan ustadz Herry Nurdi (ex pimred Sabili). Setelah mengisi acara di masjid Mardliyyah di pagi hari, siang harinya beliau menyempatkan diri untuk makan siang sekaligus sharing bersama beberapa perwakilan  PKP AAI UGM dan DP DK.

Tema utama dari diskusi nini adalah tentang membina. Diawali dengan penyampaian dari ust Herry Nurdi tentang Lima Fungsi Guru, yaitu: 
  1. .  Mu’alim, yaitu orang yang mengajarkan ilmu. Perlu kita ingat lagi, ilmu yang palin berguna adalah ilmu agama.
1   2.      Mudarris, yaitu menjadikan sesuatu yang baru. Maksud beliau adalah bagaimana seorang guru bisa ‘memperbaharui’ muridnya. Misal memperbaharui dalam hal perspektif ataupun gaya hidup. Karena ketika seseorang mendapatkan ilmu, ia akan berhijrah dari orang yang tidak  tahu menjadi orang yang tahu, dan pengetahuan yang baru itulah yang perlu diamalkan dalam perbuatan.

3   3.    Muaddib, yakni bagaimana seorang guru harus bisa mengajarkan adab pada murid.  Muliakanlah muridmu, dan perbaiki adab mereka. Jangan pernah merasa murid adalah bawahan, dan jangan juga merasa lebih tahu dari murid kita.

Adab perlu diperbaiki, agar ilmu yang diperoleh mendapat keberkahan dari Allah. Dalam masalah adab ini, seorang guru harus memperbaiki adabnya sendiri dan kemudian memperbaiki adab muridnya.
4  4.   Mursyid, yaitu menjadi pembimbing. Bagaimana seorang guru harus bisa membimbing dan menjadi teladan bagi muridnya, terutama dalam hal ibadah.

5  5.   Murobbi. Penjelasan ustadz Herry Nurdi tentang makna murobbi sangatlah sederhana, namun juga sangat berat. Murobbi adalah orang yang membantu muridnya agar bisa mendekatkan diri pada Allah.



Itu tadi 5 fungsi guru yang disampaikan oleh ustadz Herry Nurdi. Selanjutnya siang itu dilanjutkan dengan diskusi santai dan sharing permasalahan yang ada seputar menjadi ‘guru’.
Beliau juga menjelaskan bahwa kerja guru itu 30% di kelas dan 70% sisanya di luar kelas untuk memperbaiki lingkungan dan masyarakat, karena pendekatan kultural harus dilakukan di luar kelas. Dari situ kita bisa menangkap bahwa porsi peran kultural jauh lebih besar daripada porsi untuk peran formal.

Ustadz Herry sangat menyarankan untuk  menjadikan Rasulullah dan para sahabat sebagai  subjek yang dijadikan contoh dalam pembelajaran. Banyak hal kekinian yang sebenarnya bisa dicari solusinya dengan kita memahami shiroh.

Terkadang sebagai guru kita dituntut untuk mengkombinasikan idealita dengan realita. Misal ketika kita menjadi guru untuk waktu yang dibatasi (co: aai yang cuma 1 semester), dan bingung dalam waktu yang singkat itu harus mengutamakan kesadaran, atau pengetahuan, atau amal. Kesadaran sangat penting, karena ketika sesorang melakukan sesuatu karena kesadaran, peluang untuk istiqomah akan lebih besar. Pengetahuan juga penting, karena kita tau pentingnya ilmu qobla amal. Amal juga tidak kalah penting, karena apa artinya ilmu ketika itu tidak diamalkan. Ketika kita dibingungkan tentangyang mana yang lebih prioritas, ustadz Herry mengatakan “yang utama adalah sentuh hatinya’. Karena kita tidak akan pernah tahu apa yang benar-benar mereka butuhkan, ketika kita tidak bisa menyentuh hati mereka. Ingat, manusia bukan robot, dan tiap manusia memiliki keunikannya masing-masing.  Ketika seorang guru tidak memahami  kebutuhan muridnya, jangan harap target pendidikan bisa tercapai. Dalam mengajarkan sesuatu, paling efektif adalah dengan memberi contoh. Karena rasulullah memang lebih sering memberikan keteladanan daripada sekedar perkataan.  Ketika hanya berupa perkataan, bisa jadi hanya masuk telinga kiri dan keluar lagi lewat telinga satunya. Usta Herry mengisahkan salah satu kejadian dimana rasulullah mengajarkantentang larangan ghibah. Untuk maroji’ kisah ini, bisa ditanyakan langsung ke ustadz herry Nurdi ^^. Kisahnya adalah sebagai berikut: Suatu hari, ada seseorang yang menggunjing saudaranya. Dan diketahui oleh Rasulullah. Lalu Rasulullah  mengajak orang tadi untuk jalan-jalan. Di tengah jalan, mereka menemukan bangkai, dan kemudian Rasulullah  menyuruh orang tadi untuk memakan bangkai itu. Jelas saja orang tadi menolak. Setelah itu barulah raulullah menjelaskan dalil tentang larangan ghibah.“Janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (al-Hujurat: 12).


Selanjutnya, ada lagi  hal kontemporer yang menjadi tantangan pada masa kini, yaitu bagaiman orang sering kali memilih untuk belajar (hanya) dari buku atau internet. Bahkan tidak bisa dipungkiri kita sering kali mencari suatu jawaban dari mbah Gooogle. Untuk hal ini, ustadz Herry dengan sederhana menjelaskan bahwa kita bisa belajar pengetahuan dari buku dan internet, tapi kita tidak bisa belajar kebijaksanaan dari sana. Karena kebijaksanaan hanya  bisa diajarkan oleh seorang guru. Hikmah lebih penting dari ilmu, karena ada banyak orang yang memiliki ilmu tapi tidak bisa menangkap hikmah. 


Hal yang sering lupa dilakukan oleh seorang guru adalah memuji muridnya. Siang itu ustadz herry Nurdi melakukan satu eksperimen pada kami. Pertama kami diminta menyebutkan dengan cepat celaan yang sering digunakan guru pada muridnya. Setelah itu kami diminta dengan cepat menyebutkan pujian yang biasa diberikan guru. Hasil dari percobaan ini adalah ternyata jumlah celaan yang berhasil kami kumpulkan lebih banyak daripada jumlah pujian. Astaghfirullah..... perlu banyak instropeksi diri.
Salah satu kendala dalam dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana menumbuhkan motivasi guru. Untuk menjawab itu, ustadz Herry  menyebutkan 3 tipe guru: 1. Guru nyasar, yaitu orang yang menjadi guru karena tidak memiliki pilihan lain.
2. Guru bayar, yakni orang yang menjadi guru dengan motivasi untuk mendapatkan   bayaran.

3. Guru sadar, adalah orang yang memutuskan untuk menjadi guru karena kesadaran untuk membina.


Termasuk yang manakah kita? Salah satu dari kami menyampaikan celetukannya “yang jelas kami bukan guru bayar, karena tidak ada yang dibayar” (senyum).
yang jelas, guru itu profesi pilihan, karena tidak semua orang memiliki ‘panggilan’ untuk menjadi guru.


Pertemuan siang itu diakhiri dengan penekanan dari ustadz Herry tentang bagaimana kita harus terpercaya al amin) sebelum kita berdakwah. Muhammad mendapat julukan itu sebebelum diangkat menjadi Rasul. Kepercayaan ini sangat penting, karena ketika seseorang sudah menaruh kepercayaan, mereka akan mendengarkan apa yang kita ucapkan dan meniru apa yang kita lakukan. Ustadz Herry sempat menyampaikan tentang diplomasi media makan, dan beliau membuktikan bahwa media makan ini sangat efektif (senyum).  Dan ingat, hilangkan paradigma bahwa dakwah adalah ceramah! Jadi kita harus bisa banyak berinovasi agar orang lain bisa menangkap hilmah (senyum).



Jadi, sudahkah kita menjadi seorang 'guru'?? (senyum lagi)

Jogja, 23 April 2012
-menuangkan pikiran  ke dalam bentuk tulisan sambil menanti motor selesai diservis di sebuah bengkel-




a Great Woman -my Grandma-

-salah satu tulisan lama saya-

Siang tadi, aku mebaca sms dari seorang sahabat. Ternyata sms itu sudah dikirim sejak pagi.. Aku benar-benar menyesal karena tidak langsung membacanya. Isi sms itu adalah:

.. dan ternyata ku tak ditakdirkan melihat Oma pergi malam ini..
Dan bahkan ku tak sempat ngajiin Oma… seayat pun…
Dan biar air mata ini kutahan dulu…
Smoga taman-taman surga bagi Omaku tersayang…


Begitulah isi smsnya. Deg… aku tertegun ketika menyadari is isms itu. Seorang sahabatku telah kehilangan sosok yang berarti baginya. Ini mengingatkanku pada perasaan kuat yang terjadi belum lama ini, tepatnya pekan lalu ketika aku bertemu nenekku….

Kilas balik….. sejak kecil aku tidak terlalu mengenal sosok kakek-nenekku. kakek nenek dari ibu sudah meninggal ketika aku masik di bangku sekolah dasar. Semasa mereka masih hidup pun aku cuma beberapa kali bertemu dengan mereka.. sepertinya bisa dihitung dengan 1 tangan… karena itulah ingatanku tentang mereka sangat samar. Aku sama sekali tidak pernah bertemu kakek dari pihak bapak, karena sudah meninggal jauh sebelum aku lahir. Sedangkan nenek dari pihak Bapak, tinggal nun jauh di Poso sehingga aku sangat jarang bertemu beliau. Dulu, jarak Bali-poso rasanya jauuuuuuuuuhhhhhh sekali. Karena masalah jadwal libur dan kendala biaya, kami sekeluarga baru bisa silaturahim ke Poso ketika aku sudah duduk di bangku SMA. Jadi pengalamanku sebagai cucu sangatlah minim. Karena itulah aku tidakterlalu memiliki ikatan batin dengan kakek nenek. Apalagi karena sejak kecil bapak diangkat anak oleh nenek yang sekarang ada di Bali… 

Terkadang aku merasa iri bila ada teman yang bisa bermanja-manja pada kakek neneknya. Aku sangat ingin memiliki pengalaman dimanjakan sebagai seorang cucu.. tapi saat itu aku langsung sadar bahwa keadaanku tidak memungkinkan untuk semua itu…

Perasaan itu berubah pekan lalu, Ketika untuk ke empat kalinya aku berkesempatan untuk mengunjungi nenek di Poso… Nenek sudah sangat tua… beliau lebih sering duduk atau berbaring karena kelelahan. Pekan lalu, entah kenapa untuk pertama kalinya aku tergerak untuk memijit beliau. Tangan dan kaki beliau sudah mati rasa karena kedinginan. Karena itulah aku memijit beliau dengan minyak atsiri pemberian seorang sahabat, agar tangan dan kaki nenek bisa hangat. Pada saat itulah aku tertegun… aku baru benar-benar sadar kalau nenek sudah sangat renta.. badan beliau sudah sangat kurus… rambut beliau sudah dipenuhi uban.. dan gurat2 keriput beliau semakin banyak. Saat itu aku baru menyadari sosok wanita kuat di balik tubuh yang terlihat rapuh itu. Inilah wanita yang telah melahirkan bapak. Inilah wanita yang sudah tegar dalam menghadapi ujian hidup. Satu persatu memoriku terkumpul.. memori yang selama ini tidak pernah kupedulikan.. Wanita inilah yang telah melahirkan 13 putra putri… wanita inilah yang dengan tegar bertahan menghidupi putra-putrinya ketika ayah dari anak-anaknya meninggal ketika putri yang terakhir belum lama lahir. Wanita inilah yang sudah bekerja sangat keras untuk membesarkan anak-anaknya…

Ketika kerusuhan Poso tahun 2000 kemarin, entah sudah berapa banyak kepedihan dan kematian yang dilihat oleh nenek… Ketika satu persatu orang yang dekat dengan beliau tewas terbunuh… Ketika harus menyelinap di hutan sekian lama agar bisa menghindar dari pengejar….

Astaghfirullah… bagaimana bisa selama ini aku beranggapan bahwa nenekku adalah orang yang biasa-biasa saja, yang kebetulan menjadi nenekku… Nenekku adalah sosok yang sangat luar biasa!!!!! Beliau benar2 sudah mengalami kehidupan yang berputar seperti roda…. Pada detik aku menyadari semua itulah, aku tidak sanggup membendung air mata ini.. ya Allah… Kenapa aku baru menyadarinya… Sudah terlalu banyak waktu yang kulewati dengan perasaan yang biasa-biasa saja… Padahal setiap detik sangatlah berharga…

Hingga hari ketika aku harus pergi, aku berpamitan pada nenek. Saat itu beliau berbaring karena tidak sanggup bangkit. Ketika aku pamit pergi, nenek menangis karena tidak bisa meberiku bekal apa-apa selain do’a… kata-kata yang beliau ucapkan seolah-olah merupakan pertemuan terakhir kami…. Ya Allah…. Berikanlah aku kesempatan lagi agar bisa bertemu beliau lagi lain waktu…

This note special dedicated for my sister yang semalam Omanya dipanggil ke sisi Allah… moga beliau membawa 3 hal yang bisa menjadi bekal di akhirat. Luv u coz Allah, my sista… moga kita bisa menjadi anak2 sholihah yang menjadi bekal orang tua kita di akhirat kelak, dan bisa menjadi penyambung silaturahim dari orang tua kita.. ^________________^ tetep semangat!!!!!

Jilbab Pertamaku….

-repost tulisan lama-


Terinspirasi dari status FB  seorang ukhti (sebut saja Disha ^^v) yang menulis tentang jilbab…. Ketika membaca status itu, ingatanku langsung meluncur ke masa beberapa tahun yang lalu…Ketika awal-awal kuliah di jogja, banyak orang yang kaget ketika mengetahui daerah asalku. Banyak yang mengajukan pertanyaan seperti “ memang di sana banyak yang Islam??” atau “di sana banyak yang pakai jilbab ya?”. Biasanya aku tersenyum mendengar pertanyaan semacam itu.




Sejak dulu aku tau kalau jilbab itu wajib. Tapi selama masih sekolah aku memang tidak berjilbab. Ketika itu aku termasuk salah satu orang yang berpikir “apa gunanya pakai jilbab kalau perilaku belum bener”. Selain itu sistem di sekolah-sekolah negeri tidak mengizinkan muridnya untuk berjilbab. Walaupun aku sadar kalau mungkin peraturan itu bisa diperjuangkan. Tapi karena saat itu aku memang belum benar-benar sadar, jadi semua itu kujadikan pembenaran atas keputusanku untuk tidak berjilbab. Aku ingat, ketika baru masuk SMA, terdengar kabar kalau ada seorang siswi MTs yang tidak jadi masuk ke sekolahku walaupun sudah lulus ujian masuk karena tidak diizinkan berjilbab. Saat itu aku benar-benar berpikir picik “kalau pengen tetep pake jilbab ya jangan milih sekolah negeri”. Astaghfirullah..




Semua pikiran picik itu terus berlangsung hingga akhir masa SMAku. Ketika itu aku mengalami suatu pengalaman spiritual yang menjadi titik balikku. Alhamdulillah, saat itu aku bisa melihat hidayah Allah, hingga akhirnya aku berubah. Aku mulai sholat 5 waktu dan mengaji. Mungkin bagi sebagian orang itu merupakan hal yang biasa. Tapi bagiku saat itu, hal tersebut sungguh berat, karena aku tidak terbiasa. Aku berprinsip, bereskan dulu amalan-amalan wajibku. Namun ada 1 amalan wajib yang belum juga sanggup kulakukan, yaitu mengenakan jilbab. Selama sekitar 2 bulan aku terus merasa bimbang, karena belum siap menghadapi tanggapan sosial di sekitarku.




Hingga akhirnya ketika aku mulai masuk kuliah, aku belum juga merasa siap untuk berjilbab. Beberapa minggu setelah itu aku memutuskan untuk berjilbab dan mencoba berbicara dengan 3 orang sahabat baruku di kampus. Aku mengemukakan keputusanku untuk berjilbab, dan aku meminta pendapat mereka. Subhanallah… mereka sangat mendukung, dan menambah keyakinanku untuk berjilbab. Perlu digarisbawahi, 3 orang sahabatku ini beragama Hindu. Namun mereka benar-benar mendukungku ketika kujelaskan bahwa jilbab itu wajib. 




Satu hal yang agak menghambat, kami wajib mengenakan seragam ke kampus. Akan memakan waktu cukup lama untuk menjahitkan seragam baru. Akhirnya dalam semalam kakak iparku menjahitkan rok panjang yang bisa kujadikan seragam. (Thanks sist….). keesokan harinya, aku datang ke kampus dengan penampilan baru (Rok baru yang baru selesai dijahit dan jilbab pinjaman^^). Seperti dugaanku, orang-orang yang melihatku benar2 kaget (kecuali 3 sahabatku tadi, tentu saja). 


Hehe.. jelas saja mereka kaget, Karena sepanjang sejarah jurusan kami, belum pernah ada 1 pun mahasiswi yang berjilbab. Jadi aku merupakan pemandangan aneh. Tiga sahabatku tadi seolah-olah menjadi jubirku hingga akhirnya seluruh teman sekelas ikut mendukungku. Mereka merupakan teman-teman yang sangat kusayang. Mereka benar-benar selalu mendukungku dalam berbagai kesempatan. Karena kemanapun aku pergi, aku selalu menjadi sorotan, terutama bagi kakak tingkat dan juga teman kelas lain. Tidak jarang juga ada dosen yang menyindirku. Namun teman-temanku tadi selalu ada di sampingku untuk memberi dukungan T_T. Thanks guys……



Pikiranku bahwa “apa gunanya pakai jilbab kalau perilaku belum bener”  berganti menjadi  “dengan jilbab, perilaku kita pun akan turut berjilbab”. Pengen bukti??? Mending tidak usah diceritakan, soalnya agak malu-maluin ;)




Lanjut cerita di kampus…. Saat itu aku bisa mengabaikan berbagai komentar miring mengenai diriku. Hingga suatu hari, aku secara tidak langsung mengetahui ada senior yang membicarakanku dan mengatakan aku tidak mungkin bertahan dengan jilbabku, karena ketika tiba saatnya untuk magang di luar, aku diwajibkan melepas jilbabku. Tentu saja aku kaget, dan akhirnya aku bertanya langsung ke ketua jurusan, dan beliau juga mengiyakan. Beliau mengatakan “gapapa kan, lepas jilbab 1 semester saja”. Jdeeerrrrrr... Saat itu aku benar-benar syok. Masa depan terasa sangat suram, karena aku harus berhenti kuliah (tentu saja aku tidak akan memilih untuk melepas jilbab).




Aku mencoba berbicara ke beberapa pihak yang berwenang, dan hasilnya tetap nihil. Dalam keadaan kacau itu aku mengikuti tes SPMB, dan di luar dugaanku aku diterima pada pilihan pertamaku. Jelas saja aku kaget, karena aku sama sekali tidak belajar untuk persiapan tes(^^)v. Namun aku ragu untuk mengambil kesempatan itu, karena tidak ingin memberatkan orang tuaku. Aku juga merasa bila aku mengambil kesempatan tersebut, sama saja dengan aku menyerah dalam memperjuangkan jilbabku. Selain itu rasanya membuang waktu bila harus memulai lagi. Tapi orang tuaku selalu memberi dukungan dan menguatkanku, hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengambil kesempatan itu. Aku berusaha meyakinkan diriku, bahwa aku pergi bukan karena menyerah. Insya Allah… 




Untuk teman-teman dan keluarga yang selalu mendukungku, takkan bosan aku megucapkan terima kasih…Rasa syukur terbesarku, karena Allah selalu memberiku kekuatan…. ^^





Kartini(versi)ku





Ketika mendengar nama Kartini, yang langsung terbayang di kepalaku adalah sosok wanita yang sangat tegar. Menurutku, apa yang dilakukan Kartini bukan masalah kesetaraan gender atau bahkan persamaan gender.. yang dilakukan beliau adalah perjuangan.. Memperjuangkan dengan tegar hal yang dianggapnya benar, dan tidak gentar walaupun dianggap aneh oleh orang di sekitarnya. Itulah yang saya maknai dari sosok Kartini.

Jadi, pada saat ini, siapakah orang yang pantas dianggap memiliki jiwa seperti Kartini? Tentu saja banyak… di luar sana ada banyak sosok-sosok Kartini masa kini. 

Ada satu orang yang saya kenal dengan sangat baik, yang menurut saya pantas disebut Kartini masa kini. Ia bukanlah tokoh yang terkenal. Tapi perjuangan yang dilakukan benar-benar luar biasa.

Siapakah dia? Tidak terlalu penting mengetahui siapa dia. Yang lebih penting adalah mengetahuai apa yang sudah dilakukannya.


Sebut saja ia dengan Fulana. Terlahir di sebuah daerah di wilayah Indonesia bagian tengah, dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ketika sudah lulus bangku SMA, ia melanjutkan studi ke sebuah PTS Islam di pulau Jawa. Ia menjadi mahasiswi yang aktif di organisasi kampus.

Hingga suatu hari, terjadi musibah yang merubah hidupnya secara drastis. Ia dan enam orang temannya menjadi korban perkosaan masal. Modusnya adalah dengan mencampuri minuman mereka dengan obat bius dan ketika tersadar mereka sudah diperkosa dan tidak mengetahui siapa pelakunya. Saat itu kejadian ini benar-benar membuat gempar. Dan dari keenam korban perkosaan tadi, Fulana lah  satu-satunya korban yang kemudian hamil. 

Dengan kasus yang sangat santer itu, ditambah lagi dengan keadaannya yang sedang hamil, akhirnya Fulana memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di rumah, mengetahui Fulana hamil di luar nikah, keluarganya langsung mengusirnya tanpa mau mendengarkan penjelasan apapun. Akhirnya Fulana pergi ke tempat lain dan menjalani berbagai pekerjaan demi sesuap nasi. Bahkan pekerjaan di kebun sawit pun dijalaninya.

dan akhirnya bayi yang dikandungnya lahir. Seorang bayi perempuan yang cantik, yang murni tanpa dosa. Sekitar seminggu setelah melahirkan, Fulana membawa bayinya ke pulau Jawa dengan menaiki kapal. Waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan sekitar 3 hari. Bayangkan, di tempat lain, orang yang baru seminggu melahirkan kebanyakan masih istirahat memulihkan diri di rumah sakit, atau di rumah dan dirawat oleh orang tua atau mertua atau suami. Tapi di sinilah Fulana. Di atas kapal dengan membawa bayi yang masih merah, tanpa suami dan tidak mengetahui siapa ayah anaknya, dan tanpa orang tua karena sudah tidak diakui anak oleh mereka. 

Setibanya di Jawa, Fulana langsung menemui dosen yang dulu membantunya pasca kasus perkosaan. Fulana meminta bukti-bukti forensik dan surat keterangan kepolisian yang disimpan oleh dosen tadi, untuk kemudian dikirimkan ke keluarga Fulana.  Setelah itu, ibu Fulana menyusul Fulana ke Jawa dengan bercucuran air mata dan meminta maaf sebesar-besarnya karena selama ini sudah tidak mempercayai putrinya sendiri. Akhirnya bersama-sama mereka kembali ke tanah kelahiran yang menjadi rumah Fulana.

Beberapa tahun kemudian, beberapa kali Fulana menerima pinangan, dan ditolaknya. Alasan penolakannya sederhana: ia tidak akan menikah dengan orang yang tidak bisa menerima putrinya. Hingga akhirnya ada seorang ikhwan yang meminangnya. Ikhwan tidak mundur ketika Fulana menceritakan masa lalunya. Bahkan ketika Fulana menawarkan untuk memperlihatkan keterangan forensic dari kepolisian, ikhwan ini menolak karena ia percaya sepenuhnya dengan perkataan Fulana dan meminta Fulana untuk membakar semua keterangan forensic tadi, karena itu adalah masa lalu dan yang akan mereka jalani adalah masa depan.

Sedikit cerita tentang ikhwan ini, ia adalah putra dari keluarga baik-baik. Pembawaannya bijaksana, dan sangat selektif dalam hal apapun. Beberapa kali ia ditawari untuk dijodohkan dengan akhwat yang terkesan sempurna (sudah ngaji, cantik, dari keluarga baik-baik dan mampu secara finansial, sarjana), tapi ternyata ada saja hal yang dirasa mengganjal oleh ikhwan tadi sehingga ia menolak mereka. Dan ketika berita tentang ia yang meminang Fulana tersebar luar, terpaan mulai bermunculan. Salah satunya adalah sms-sms terror dari akhwat yang dijodohkan dengannya tadi. Ia tidak terima kenapa si ikhwan lebih memilih perempuan yang sangat jauh dari sempurna (drop out dari kuliah , keluarganya yang tergolong tidak mampu, dan memiliki anak di luar nikah). Muncul sudah sifat asli dari akhwat tadi. Kembali ke kisah Fulana, ia mensyaratkan kepada si Ikhwan untuk meminta restu dari orang tua dan menceritakan situasi Fulana dengan segamblang-gamblangnya. Fulana mengatakan pada ikhwan tadi bahwa dia tidak akan bersedia menerima pinangan jika tidak disertai dengan restu dari orang tua si Ikhwan. Akhirnya ikhwan tadi menceritakan dan meminta restu pada orang tuanya. Mereka merestui dan mendukung pilihan si ikhwan, bila memang sudah mantap dan dirasa membawa pada kebaikan. Akhirnya Fulana menikah dengan ikhwan tadi. Pasca pernikahan pun terpaan yang dialami Fulana masih sangat kuat, terutama dari segala berita miring yang menyertai Fulan&putrinya. Meskipun begitu, Fulan tetap tidak mengeluh atau mengadu. Ia menjalani semua itu dengan tegar. Setelah menikah, Fulana mulai mengikuti halaqoh dan Alhamdulillah bisa istiqomah. Ia juga menolak untuk bekerja di luar, dan memilih untuk berwiraswasta di rumah, walaupun di luar sana banyak tawaran dengan penghasilan menggoda. Ketika kutanya kenapa ia memilih untuk berwiraswasta di rumah, Fulana menjawab karena ia ingin menjadi ummi yang baik bagi anak-anaknya. Ia ingin mengasuh anak-anak dengan tangannya sendiri, dan sangat anti menyerahkan pengasuhan anak pada pembantu. Dan sekarang putri pertama Fulana sudah berusia 7 tahun, dan disekolahkan di salah 1 SD Islam berkualitas dan terkemuka di kota itu. dan Fulana juga sudah memiliki putrid berusia 3 tahun dari hasil pernikahannya. Subhanallah… beliau benar-benar membuatku malu. Aku mencoba membayangkan bila aku berada di posisinya. Nauudzubillah, tentu saja aku tidak mau mengalami apa yang ia alami; diperkosa, hamil, tidak diakui oleh orang tuanya, harus mencari nafkah untuk sesuap nasi dalam keadaan mengandung di tengah hutan sawit, membawa bayi berusia 1 minggu menempuh perjalanan jauh, dan cercaan yang tak kunjung reda yang disebabkan oleh hal yang luar kuasa dan kemauannya. Tapi bila aku berada di posisinya, entah apa aku masih bisa setegar dan sekuat itu.. dan aku juga sangat sangat salut dengan ikhwan yang menjadi suami Fulana.

Sosok Fulana ini l ah yang saya angp sangat pantas disebut sebagai Kartini masa kini. Bentuk perjuangannya memang sangat berbeda dengan yang dilakukan Kartini. Tapi ada satu persamaan kuat di antara mereka; mereka sama-sama muslimah, dan sangat tegar dalam menghadapi segala terpaan. Apapun terpaan dan komentar miring yang diterima, itu tidak menyurutkan perjuangan mereka karena meka yakin yang dilakukannya adalah sesuatu yang benar.


Bila kita peka, di sekitar kita akan kita temukan banyak Kartini-Kartini yang luar biasa dengan caranya masing-masing. I’m proud to be muslimah.

Tentang Dia




Hari ini ku sekilas melihat kalender di wallpaper hapeku. Tanggal 18. Aku merasa ada sesuatu yang familiar dengan tanggal itu. Beberapa detik kemudian aku sadar apa yang membuat tanggal ini familiar. 18 April merupakan tanggal lahir dari seorang kawan lama. Sebut saja Dia. Memoriku langsung mundur ke awal perkenalan kami.


Perkenalan kami dimulai 13 tahun yang lalu. Saat itu kami masih SD dan sama-sama mengikuti lomba siswa teladan tingkat kabupaten. Dalam perlombaan itu, selain tes kemampuan akademis, ada juga tes kemampuan seni. Saat itu aku memilih kerajinan tangan. Bukan karena aku sangat berbakat di bidang itu… Tapi sepertinya lebih karena mentorku sudah putus asa untuk mengajarkan musik padaku. Seruling, angklung, ataupun piano, sudah coba kulatih. Tapi karena memang tidak ada potensi musik, jadi hasilnya tidak pernah memuaskan. Kembali tentang lomba tadi, Dia benar-benar menarik perhatianku sejak awal. Well, pertama, Dia memang terlihat lumayan mencolok, karena DIa satu-satunya peserta yang Chinese. (Ini secara fisik lebih mencolok daripada fakta bahwa aku satu-satunya peseta yang beragama Islam). Kedua, aku terpesona dengan permainan pianonya.. Walaupun terpesona, aku juga merasakan aura keangkuhannya. Dia terkesan high level, alias tak tersentuh.  Entah bagaimana ceritanya, akhirnya aku bisa berkenalan dengannya . di hari terakhir perlombaan pun kami juga bertukar alamat agar bisa saling berkorespondensi.



Sejak saat itu, kami selalu berkirim surat. Frekuensi surat kami benar-benar sangat sering. Misal Dia mengirim surat hari Senin, dan surat itu kuterima hari Selasa, aku akan langsung membalas surat itu dan mengirimkannya via pos di hari Rabu, dan Dia akan langsung membalasnya. Kami juga bertukar benda-benda kecil, misal koleksi prangko, gantungan kunci, dan lain-lain. Aku selalu tidak sabar untuk mendengar cerita-cerita Dia tentang keluarga ataupun sekolah, juga kisah cinta monyetnya. Sesekali kami juga saling berbicara via telepon. Tapi itu agak jarang, karena sekalinya kami  mengobrol, bisa sampai 1 jam dan karena line telpon rumah Dia sama dengan line telpon tokonya, jadi jarang ada kesempatan untuk berlama-lama. Jadi tidak heran kalau isi surat kami bisa berlembar-lembar..


Hubungan  kami terus berlanjut hingga kami lulus lanjut ke bangku SMP. Dia sudah menjadi sahabat penaku yang paling setia. Walaupun hanya melalui surat dan telpon, aku tetap merasa benar-benar mengenalnya dan mengetahui  apa-apa saja yang Dia alami setiap hari. Dan hubungan sahabat pena kami berakhir ketika kami sudah beranjak ke SMA. Bukan karena kami sudah bosan, tapi karena iIa memutuskan untuk bersekolah di tempat yang sama denganku dan Dia pindah ke kotaku. Saat itu aku benar-benar girang, karena bisa sering bersama..


Ajaibnya lagi, ketika awal masuk kami langsung sekelas!! Teman-teman Dia ketika SMP juga ada beberapa yang bersekolah di SMA ini. Walaupun aku baru pertama kali bertemu mereka, aku merasa sudah lama mengenal mereka karena nama mereka ada di dalam surat-surat yang dikirimkan Dia.

Bila dilihat dari luar, mungkin aku dan Dia sangatlah kontras. Secara penampilan, aku Indonesia tulen dengan kulit coklat, sedangkan Dia jelas terlihat Chinese dan berkulit terang. Secara agama, kami juga berbeda; aku Islam, Dia Budha. Dari segi latar belakang keluarga juga berbeda; orang tuaku pegawai negeri dengan tingkat ekonomi yang biasa-biasa saja, sedangkan orang tua Dia adalah pengusaha dan tergolong sangat mampu.  Tapi saat itu aku berpikir, apalah arti perbedaan, ketika kami memiliki banyak kesamaan. Justru perbedaan tadi menambah keunikan kami. Itulah indahnya perbedaan. Kami bisa saling belajar memahami. Dia belajar memahami kultur, budaya, dan situasi keluargaku, dan aku belajar memahami kultur&budaya Chinese dan memahami keadaan keluarga Dia. Dari situ kami menghormati perbedaan masing-masing, dan tidak juga Dia memaksa aku untuk mengikuti kultur Dia atau sebaliknya.

Tapi seiring berjalannya waktu, hubungan kami mulai merenggang. Bukan karena ada konflik atau apa, tapi lebih pada kami menemukan orang lain yang memiliki lebih banyak kecocokan. Kurasa memang seperti itu lah kehidupan. Orang-orang yang ada di dekat kita akan silih berganti. Kita tidak bisa memaksakan diri untuk membuat semuanya tetap sama, karena perubahan itulah inti dari kehidupan. Walaupun terkadang itu seperti roda yang berputar dan kita dipertemukan lagi dengan orang-orang lama. Selama masa SMA itu, ada 3 orang yang pernah sangat dekat denganku. Setelah Dia, ada teman sebangkuku selama 1,5 tahun yang juga Chinese. Kalau Dia beragama Budha, partnerku yang kedua ini beragama Katolik. Lalu tahun terakhirku di SMA partnerku adalah seorang Bali tulen beragama Hindu dan vegetarian. 
di akhir masa SMAku, tiba-tiba aku dikagetkan oleh sebuah sms. Sms ini berasal dari Dia, dan memintaku untuk datang ke kosnya. Jelas aku kaget, karena kami sudah lama tidak berkomunikasi yang lebih dari basa-basi. Dan ternyata saat itu memang momen yang membuat Dia sangat terpuruk. Dia terlibat dalam sebuah skandal yang sangat serius, terancam dikeluarkan dari sekolah, dan membuat orang tua Dia sangat marah. Orang Tua Dia memukuli&menggunting rambutnya untuk meluapkan kemarahan mereka. Seisi sekolah juga menjauhi Dia karena skandal tadi. dan saat itu aku berpikir ‘aku bukan hakim yang berhak menghakimi Dia’. Jadi aku berusaha untuk selalu menyediakan bahu ketika Dia membutuhkan. Seburuk apapun skandal itu, Dia tetap temanku. Dia sudah sangat terpuruk dan menaggung hukuman sosial yang sangat kejam, tanpa aku harus menambahkan luka dengan memalingkan wajah darinya. So, here I am..

Akhirnya waktu lah yang meredakan semuanya. Dia tidak jadi dikeluarkan dari sekolah. Dia juga berusaha menegakkan kepala dan mengabaikan komentar-komentar miring tiap kali Dia melewati gerombolan murid. Dia juga sudah berusaha berdamai dengan orang tuanya.

Itulah Dia yang kukenal. Orang yang sangat tegar. Apapun yang sudah dia perbuat, itu urusan Dia dengan Tuhan. Aku tetaplah temannya, bukan hakim. Lulus dari SMA, kami meneruskan jalan hidup masing-masing dengan sekali-sekali masih keep in touch.

Dan bila saat ini kami disandingkan, akan terlihat jauh lebih kontras daripada kami ketika SMA dulu. Sekarang aku sudah berjilbab, masih dengan penampilan yang biasa-biasa saja, setia dengan sepeda motorku dari awal SMA yang kunamai si DK dan masih berkutat dengan kesibukan mahasiswa S1 tingkat (sangat) akhir. Sedangkan Dia, penampilannya sangat stylish, dengan mobil keluaran terbaru, dan sudah menjadi mahasiswa S2 di MM Universitas Indonesia. And, so what?? Perbedaan fisik tadi bukan apa-apa ketika kami memiliki banyak kesamaan.

Walaupun aku sudah tidak dekat lagi dengan Dia, tapi aku berterima kasih karena berkesampatan untuk mengenal seorang Dia. Banyak pelajaran yang bisa kuambil dari Dia, yang bisa menguatkanku dalam menjalani jalan yang kupilih saat ini.. Dulu kami bersepakat akan tetap keep in touch bahkan sampai kami tua renta dan memiliki cucu, dan kami akan menceritakan kisah kami pada cucu kami dan memperlihatkan surat-surat kami yang sampai saat ini masih kami simpan.

Sleman, 18 April 2012
-13 tahun mengenal Dia-