RSS

Kartini(versi)ku





Ketika mendengar nama Kartini, yang langsung terbayang di kepalaku adalah sosok wanita yang sangat tegar. Menurutku, apa yang dilakukan Kartini bukan masalah kesetaraan gender atau bahkan persamaan gender.. yang dilakukan beliau adalah perjuangan.. Memperjuangkan dengan tegar hal yang dianggapnya benar, dan tidak gentar walaupun dianggap aneh oleh orang di sekitarnya. Itulah yang saya maknai dari sosok Kartini.

Jadi, pada saat ini, siapakah orang yang pantas dianggap memiliki jiwa seperti Kartini? Tentu saja banyak… di luar sana ada banyak sosok-sosok Kartini masa kini. 

Ada satu orang yang saya kenal dengan sangat baik, yang menurut saya pantas disebut Kartini masa kini. Ia bukanlah tokoh yang terkenal. Tapi perjuangan yang dilakukan benar-benar luar biasa.

Siapakah dia? Tidak terlalu penting mengetahui siapa dia. Yang lebih penting adalah mengetahuai apa yang sudah dilakukannya.


Sebut saja ia dengan Fulana. Terlahir di sebuah daerah di wilayah Indonesia bagian tengah, dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ketika sudah lulus bangku SMA, ia melanjutkan studi ke sebuah PTS Islam di pulau Jawa. Ia menjadi mahasiswi yang aktif di organisasi kampus.

Hingga suatu hari, terjadi musibah yang merubah hidupnya secara drastis. Ia dan enam orang temannya menjadi korban perkosaan masal. Modusnya adalah dengan mencampuri minuman mereka dengan obat bius dan ketika tersadar mereka sudah diperkosa dan tidak mengetahui siapa pelakunya. Saat itu kejadian ini benar-benar membuat gempar. Dan dari keenam korban perkosaan tadi, Fulana lah  satu-satunya korban yang kemudian hamil. 

Dengan kasus yang sangat santer itu, ditambah lagi dengan keadaannya yang sedang hamil, akhirnya Fulana memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di rumah, mengetahui Fulana hamil di luar nikah, keluarganya langsung mengusirnya tanpa mau mendengarkan penjelasan apapun. Akhirnya Fulana pergi ke tempat lain dan menjalani berbagai pekerjaan demi sesuap nasi. Bahkan pekerjaan di kebun sawit pun dijalaninya.

dan akhirnya bayi yang dikandungnya lahir. Seorang bayi perempuan yang cantik, yang murni tanpa dosa. Sekitar seminggu setelah melahirkan, Fulana membawa bayinya ke pulau Jawa dengan menaiki kapal. Waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan sekitar 3 hari. Bayangkan, di tempat lain, orang yang baru seminggu melahirkan kebanyakan masih istirahat memulihkan diri di rumah sakit, atau di rumah dan dirawat oleh orang tua atau mertua atau suami. Tapi di sinilah Fulana. Di atas kapal dengan membawa bayi yang masih merah, tanpa suami dan tidak mengetahui siapa ayah anaknya, dan tanpa orang tua karena sudah tidak diakui anak oleh mereka. 

Setibanya di Jawa, Fulana langsung menemui dosen yang dulu membantunya pasca kasus perkosaan. Fulana meminta bukti-bukti forensik dan surat keterangan kepolisian yang disimpan oleh dosen tadi, untuk kemudian dikirimkan ke keluarga Fulana.  Setelah itu, ibu Fulana menyusul Fulana ke Jawa dengan bercucuran air mata dan meminta maaf sebesar-besarnya karena selama ini sudah tidak mempercayai putrinya sendiri. Akhirnya bersama-sama mereka kembali ke tanah kelahiran yang menjadi rumah Fulana.

Beberapa tahun kemudian, beberapa kali Fulana menerima pinangan, dan ditolaknya. Alasan penolakannya sederhana: ia tidak akan menikah dengan orang yang tidak bisa menerima putrinya. Hingga akhirnya ada seorang ikhwan yang meminangnya. Ikhwan tidak mundur ketika Fulana menceritakan masa lalunya. Bahkan ketika Fulana menawarkan untuk memperlihatkan keterangan forensic dari kepolisian, ikhwan ini menolak karena ia percaya sepenuhnya dengan perkataan Fulana dan meminta Fulana untuk membakar semua keterangan forensic tadi, karena itu adalah masa lalu dan yang akan mereka jalani adalah masa depan.

Sedikit cerita tentang ikhwan ini, ia adalah putra dari keluarga baik-baik. Pembawaannya bijaksana, dan sangat selektif dalam hal apapun. Beberapa kali ia ditawari untuk dijodohkan dengan akhwat yang terkesan sempurna (sudah ngaji, cantik, dari keluarga baik-baik dan mampu secara finansial, sarjana), tapi ternyata ada saja hal yang dirasa mengganjal oleh ikhwan tadi sehingga ia menolak mereka. Dan ketika berita tentang ia yang meminang Fulana tersebar luar, terpaan mulai bermunculan. Salah satunya adalah sms-sms terror dari akhwat yang dijodohkan dengannya tadi. Ia tidak terima kenapa si ikhwan lebih memilih perempuan yang sangat jauh dari sempurna (drop out dari kuliah , keluarganya yang tergolong tidak mampu, dan memiliki anak di luar nikah). Muncul sudah sifat asli dari akhwat tadi. Kembali ke kisah Fulana, ia mensyaratkan kepada si Ikhwan untuk meminta restu dari orang tua dan menceritakan situasi Fulana dengan segamblang-gamblangnya. Fulana mengatakan pada ikhwan tadi bahwa dia tidak akan bersedia menerima pinangan jika tidak disertai dengan restu dari orang tua si Ikhwan. Akhirnya ikhwan tadi menceritakan dan meminta restu pada orang tuanya. Mereka merestui dan mendukung pilihan si ikhwan, bila memang sudah mantap dan dirasa membawa pada kebaikan. Akhirnya Fulana menikah dengan ikhwan tadi. Pasca pernikahan pun terpaan yang dialami Fulana masih sangat kuat, terutama dari segala berita miring yang menyertai Fulan&putrinya. Meskipun begitu, Fulan tetap tidak mengeluh atau mengadu. Ia menjalani semua itu dengan tegar. Setelah menikah, Fulana mulai mengikuti halaqoh dan Alhamdulillah bisa istiqomah. Ia juga menolak untuk bekerja di luar, dan memilih untuk berwiraswasta di rumah, walaupun di luar sana banyak tawaran dengan penghasilan menggoda. Ketika kutanya kenapa ia memilih untuk berwiraswasta di rumah, Fulana menjawab karena ia ingin menjadi ummi yang baik bagi anak-anaknya. Ia ingin mengasuh anak-anak dengan tangannya sendiri, dan sangat anti menyerahkan pengasuhan anak pada pembantu. Dan sekarang putri pertama Fulana sudah berusia 7 tahun, dan disekolahkan di salah 1 SD Islam berkualitas dan terkemuka di kota itu. dan Fulana juga sudah memiliki putrid berusia 3 tahun dari hasil pernikahannya. Subhanallah… beliau benar-benar membuatku malu. Aku mencoba membayangkan bila aku berada di posisinya. Nauudzubillah, tentu saja aku tidak mau mengalami apa yang ia alami; diperkosa, hamil, tidak diakui oleh orang tuanya, harus mencari nafkah untuk sesuap nasi dalam keadaan mengandung di tengah hutan sawit, membawa bayi berusia 1 minggu menempuh perjalanan jauh, dan cercaan yang tak kunjung reda yang disebabkan oleh hal yang luar kuasa dan kemauannya. Tapi bila aku berada di posisinya, entah apa aku masih bisa setegar dan sekuat itu.. dan aku juga sangat sangat salut dengan ikhwan yang menjadi suami Fulana.

Sosok Fulana ini l ah yang saya angp sangat pantas disebut sebagai Kartini masa kini. Bentuk perjuangannya memang sangat berbeda dengan yang dilakukan Kartini. Tapi ada satu persamaan kuat di antara mereka; mereka sama-sama muslimah, dan sangat tegar dalam menghadapi segala terpaan. Apapun terpaan dan komentar miring yang diterima, itu tidak menyurutkan perjuangan mereka karena meka yakin yang dilakukannya adalah sesuatu yang benar.


Bila kita peka, di sekitar kita akan kita temukan banyak Kartini-Kartini yang luar biasa dengan caranya masing-masing. I’m proud to be muslimah.

0 comments:

Post a Comment