Hari ini ku sekilas melihat kalender di wallpaper hapeku. Tanggal 18. Aku merasa ada sesuatu yang familiar dengan tanggal itu. Beberapa detik kemudian aku sadar apa yang membuat tanggal ini familiar. 18 April merupakan tanggal lahir dari seorang kawan lama. Sebut saja Dia. Memoriku langsung mundur ke awal perkenalan kami.
Perkenalan kami dimulai 13 tahun yang lalu. Saat itu kami masih SD dan sama-sama mengikuti lomba siswa teladan tingkat kabupaten. Dalam perlombaan itu, selain tes kemampuan akademis, ada juga tes kemampuan seni. Saat itu aku memilih kerajinan tangan. Bukan karena aku sangat berbakat di bidang itu… Tapi sepertinya lebih karena mentorku sudah putus asa untuk mengajarkan musik padaku. Seruling, angklung, ataupun piano, sudah coba kulatih. Tapi karena memang tidak ada potensi musik, jadi hasilnya tidak pernah memuaskan. Kembali tentang lomba tadi, Dia benar-benar menarik perhatianku sejak awal. Well, pertama, Dia memang terlihat lumayan mencolok, karena DIa satu-satunya peserta yang Chinese. (Ini secara fisik lebih mencolok daripada fakta bahwa aku satu-satunya peseta yang beragama Islam). Kedua, aku terpesona dengan permainan pianonya.. Walaupun terpesona, aku juga merasakan aura keangkuhannya. Dia terkesan high level, alias tak tersentuh.
Entah bagaimana ceritanya, akhirnya aku bisa berkenalan dengannya . di hari terakhir perlombaan pun kami juga bertukar alamat agar bisa saling berkorespondensi.
Sejak saat itu, kami selalu berkirim surat. Frekuensi surat kami benar-benar sangat sering. Misal Dia mengirim surat hari Senin, dan surat itu kuterima hari Selasa, aku akan langsung membalas surat itu dan mengirimkannya via pos di hari Rabu, dan Dia akan langsung membalasnya. Kami juga bertukar benda-benda kecil, misal koleksi prangko, gantungan kunci, dan lain-lain. Aku selalu tidak sabar untuk mendengar cerita-cerita Dia tentang keluarga ataupun sekolah, juga kisah cinta monyetnya. Sesekali kami juga saling berbicara via telepon. Tapi itu agak jarang, karena sekalinya kami mengobrol, bisa sampai 1 jam dan karena line telpon rumah Dia sama dengan line telpon tokonya, jadi jarang ada kesempatan untuk berlama-lama. Jadi tidak heran kalau isi surat kami bisa berlembar-lembar..
Hubungan kami terus berlanjut hingga kami lulus lanjut ke bangku SMP. Dia sudah menjadi sahabat penaku yang paling setia. Walaupun hanya melalui surat dan telpon, aku tetap merasa benar-benar mengenalnya dan mengetahui apa-apa saja yang Dia alami setiap hari. Dan hubungan sahabat pena kami berakhir ketika kami sudah beranjak ke SMA. Bukan karena kami sudah bosan, tapi karena iIa memutuskan untuk bersekolah di tempat yang sama denganku dan Dia pindah ke kotaku. Saat itu aku benar-benar girang, karena bisa sering bersama..
Ajaibnya lagi, ketika awal masuk kami langsung sekelas!! Teman-teman Dia ketika SMP juga ada beberapa yang bersekolah di SMA ini. Walaupun aku baru pertama kali bertemu mereka, aku merasa sudah lama mengenal mereka karena nama mereka ada di dalam surat-surat yang dikirimkan Dia.
Bila dilihat dari luar, mungkin aku dan Dia sangatlah kontras. Secara penampilan, aku Indonesia tulen dengan kulit coklat, sedangkan Dia jelas terlihat Chinese dan berkulit terang. Secara agama, kami juga berbeda; aku Islam, Dia Budha. Dari segi latar belakang keluarga juga berbeda; orang tuaku pegawai negeri dengan tingkat ekonomi yang biasa-biasa saja, sedangkan orang tua Dia adalah pengusaha dan tergolong sangat mampu. Tapi saat itu aku berpikir, apalah arti perbedaan, ketika kami memiliki banyak kesamaan. Justru perbedaan tadi menambah keunikan kami. Itulah indahnya perbedaan. Kami bisa saling belajar memahami. Dia belajar memahami kultur, budaya, dan situasi keluargaku, dan aku belajar memahami kultur&budaya Chinese dan memahami keadaan keluarga Dia. Dari situ kami menghormati perbedaan masing-masing, dan tidak juga Dia memaksa aku untuk mengikuti kultur Dia atau sebaliknya.
Tapi seiring berjalannya waktu, hubungan kami mulai merenggang. Bukan karena ada konflik atau apa, tapi lebih pada kami menemukan orang lain yang memiliki lebih banyak kecocokan. Kurasa memang seperti itu lah kehidupan. Orang-orang yang ada di dekat kita akan silih berganti. Kita tidak bisa memaksakan diri untuk membuat semuanya tetap sama, karena perubahan itulah inti dari kehidupan. Walaupun terkadang itu seperti roda yang berputar dan kita dipertemukan lagi dengan orang-orang lama. Selama masa SMA itu, ada 3 orang yang pernah sangat dekat denganku. Setelah Dia, ada teman sebangkuku selama 1,5 tahun yang juga Chinese. Kalau Dia beragama Budha, partnerku yang kedua ini beragama Katolik. Lalu tahun terakhirku di SMA partnerku adalah seorang Bali tulen beragama Hindu dan vegetarian.
di akhir masa SMAku, tiba-tiba aku dikagetkan oleh sebuah sms. Sms ini berasal dari Dia, dan memintaku untuk datang ke kosnya. Jelas aku kaget, karena kami sudah lama tidak berkomunikasi yang lebih dari basa-basi. Dan ternyata saat itu memang momen yang membuat Dia sangat terpuruk. Dia terlibat dalam sebuah skandal yang sangat serius, terancam dikeluarkan dari sekolah, dan membuat orang tua Dia sangat marah. Orang Tua Dia memukuli&menggunting rambutnya untuk meluapkan kemarahan mereka. Seisi sekolah juga menjauhi Dia karena skandal tadi. dan saat itu aku berpikir ‘aku bukan hakim yang berhak menghakimi Dia’. Jadi aku berusaha untuk selalu menyediakan bahu ketika Dia membutuhkan. Seburuk apapun skandal itu, Dia tetap temanku. Dia sudah sangat terpuruk dan menaggung hukuman sosial yang sangat kejam, tanpa aku harus menambahkan luka dengan memalingkan wajah darinya. So, here I am..
Akhirnya waktu lah yang meredakan semuanya. Dia tidak jadi dikeluarkan dari sekolah. Dia juga berusaha menegakkan kepala dan mengabaikan komentar-komentar miring tiap kali Dia melewati gerombolan murid. Dia juga sudah berusaha berdamai dengan orang tuanya.
Itulah Dia yang kukenal. Orang yang sangat tegar. Apapun yang sudah dia perbuat, itu urusan Dia dengan Tuhan. Aku tetaplah temannya, bukan hakim. Lulus dari SMA, kami meneruskan jalan hidup masing-masing dengan sekali-sekali masih keep in touch.
Dan bila saat ini kami disandingkan, akan terlihat jauh lebih kontras daripada kami ketika SMA dulu. Sekarang aku sudah berjilbab, masih dengan penampilan yang biasa-biasa saja, setia dengan sepeda motorku dari awal SMA yang kunamai si DK dan masih berkutat dengan kesibukan mahasiswa S1 tingkat (sangat) akhir. Sedangkan Dia, penampilannya sangat stylish, dengan mobil keluaran terbaru, dan sudah menjadi mahasiswa S2 di MM Universitas Indonesia. And, so what?? Perbedaan fisik tadi bukan apa-apa ketika kami memiliki banyak kesamaan.
Walaupun aku sudah tidak dekat lagi dengan Dia, tapi aku berterima kasih karena berkesampatan untuk mengenal seorang Dia. Banyak pelajaran yang bisa kuambil dari Dia, yang bisa menguatkanku dalam menjalani jalan yang kupilih saat ini.. Dulu kami bersepakat akan tetap keep in touch bahkan sampai kami tua renta dan memiliki cucu, dan kami akan menceritakan kisah kami pada cucu kami dan memperlihatkan surat-surat kami yang sampai saat ini masih kami simpan.
Sleman, 18 April 2012
-13 tahun mengenal Dia-
0 comments:
Post a Comment